Penyidik JAM-Pidsus Tetapkan dan Tahan 7 Tersangka Kasus Minyak Mentah Pertamina
Jakarta – Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh, penyidik menyimpulkan adanya indikasi tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara. Alat bukti tersebut mencakup pemeriksaan terhadap 96 saksi, pemeriksaan terhadap dua ahli, penyitaan 969 dokumen terkait, dan penyitaan 45 barang bukti elektronik.
Dengan bukti yang cukup, penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama (Dirut) PT PPN RS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT KPI SDS, Dirut PT PIS YF, VP Feedstock Management PT KPI AP, Beneficial Owner PT NK MKAR, Komisaris PT NK dan Komisaris PT JM DW, dan Komisaris PT JM dan Dirut PT OTM GRJ.
Setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, para tersangka resmi ditahan selama 20 hari ke depan.
Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa dalam periode 2018 hingga 2023, pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya mengutamakan pasokan dari dalam negeri sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, tersangka RS, SDS, dan AP diduga melakukan manipulasi dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan readiness atau produksi kilang, sehingga minyak mentah dalam negeri tidak terserap dan digantikan dengan impor.
Dalam proses ini, ditemukan fakta bahwa:
- Produksi minyak mentah dari KKKS ditolak dengan alasan nilai ekonomis dan spesifikasi tidak sesuai, meskipun harga dan kualitas masih memenuhi standar.
- Minyak mentah dalam negeri yang tidak terserap akhirnya diekspor, sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi melalui impor dengan harga lebih tinggi.
- Tersangka RS, SDS, dan AP bekerja sama dengan broker (MKAR, DW, dan GRJ) untuk mengatur pemenang tender impor minyak mentah secara tidak sah, menyebabkan harga pembelian jauh lebih mahal.
- Pengadaan impor minyak dan produk kilang dilakukan dengan pengaturan harga yang melanggar aturan sehingga terjadi mark-up.
- Tersangka RS diduga membeli BBM dengan spesifikasi Ron 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage untuk dijual sebagai Ron 92, yang merupakan pelanggaran aturan.
- Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping melakukan mark-up biaya pengiriman minyak, yang menyebabkan negara mengeluarkan fee tambahan sebesar 13% hingga 15%.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp193,7 triliun, yang terdiri dari:
- Kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun.
- Kerugian akibat impor minyak mentah melalui broker: Rp2,7 triliun
- Kerugian akibat impor BBM melalui broker: Rp9 triliun
- Kerugian akibat pemberian kompensasi BBM tahun 2023: Rp126 triliun.
- Kerugian akibat pemberian subsidi BBM tahun 2023: Rp21 triliun
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dengan besarnya kerugian negara akibat kasus ini, Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan perkara serta menindak semua pihak yang terlibat dalam skandal korupsi ini.
Berita: Gate 13 | Foto: Ist.