HukumPeristiwa

PT Samarinda Vonis Mati WN Malaysia Sindikat Penyelundup 40 Kg Sabu

Jakarta |
Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) mengubah hukuman warga negara (WN) Malaysia Muhammad Syafiq, dari penjara seumur hidup menjadi hukuman mati.

Pria kelahiran 6 Maret 1983 itu terbukti sebagai sindikat menyelundupkan narkoba ke Indonesia dengan jumlah mencapai seberat 40 kg.

Dikutip DANDAPALA dari website putusan MA, Selasa (4/2), kasus bermula saat aparat menangkap Muhammad Yasir dengan barang bukti 910 gram sabu.

Hasil dari interogasi terhadap pelaku Muhammad Yasir, didapati informasi akan ada transaksi lanjutan.

Kemudian aparat melakukan ‘under cover buy’ sehingga Muhammad Syafiq berhasil ditangkap di lobi hotel tempat kejadian perkara (TKP). Hasil dari penangkapan tersebut didapati bukti narkoba 6,1 kg dari tangan Muhammad Syafiq.

Secepat kilat, aparat langsung bergerak ke kamar hotel dan berhasil menangkap tersangka lain bernama Paulin Anak Loot dan didapati 30,9 kg sabu. Menghadapi proses hukumnya, Paulin yang disidangkan terpisah.

Merekapun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hakim. Di persidangan terungkap total keseluruhan sabu yang sudah dibawa komplotanan itu seberat 25,6 kg.

Pada 9 Desember 2024, Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Muhammad Syafiq. Terhadap putusan tersebut, Penuntut Umum mengajukan banding dan dikabulkan.

Hasil dari putusan banding yang diajukan Penuntut Umum menyatakan terdakwa Syafiq bin Shaid, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana percobaan atau permufakatan jahat jual beli atau perantara narkotika Golongan I bukan tanaman seberat 6.144 gram (bruto) atau 5.988 gram (neto) sebagaimana dalam dakwaan pertama.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa M Syafiq Bin Shaid dengan ‘pidana mati’,” lanjut bunyi putusan tersebut.

Duduk sebagai Ketua Majelis Eddy Parulian Siregar dengan anggota Partahi Tulus Hutapea dan Haryanta. Adapun panitera pengganti Rina Sarwindah Santoso.

Alasan majelis tinggi mengubah hukuman Muhammad Syafiq menjadi hukuman mati dalam sidang pada Rabu (22/) lalu, antara lain agar ada ‘akuntabilitas publik dan profesionalisme’ terhadap putusan.

Sehingga kualifikasi kejahatan dalam amar putusan pengadilan tingkat pertama, tidaklah tepat hanya sekedar menyatakan ‘bersalah melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana dalam dakwaan pertama’.

Kemudian oleh karena terdakwa merupakan bawahan Bos Awi yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) untuk menyerahkan kepada saksi Muhammad Yansir als CA bin HP (Alm), namun di lobi hotel sebelum penyerahan ditangkap beserta barang bukti narkotikanya, maka kualifikasi kejahatan yang dilakukan adalah percobaan atau permufakatan jual-beli dan perantara narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih 5 gram.

Menimbang, mengenai perihal pemidanaan, adalah tepat sebagaimana yang dikemukakan Penuntut Umum dalam memori bandingnya, untuk itu hukuman yang terberat perlu diberikan dengan pertimbangan perbuatan Terdakwa dan terdakwa lainnya (perkara terpisah), merupakan jaringan internasional.

Barang bukti sangat besar dari terdakwa seberat 6.144 atau 5.988 gram (neto), sangat besar berat bruto 910,42 gram dan dari saksi Muhammad Yansir als Coli Anci bin H Panna (alm) dengan barang bukti narkotika berat bruto 910,42 gram. Kemudian disita dari saksi Paulin Anak Loot seberat hampir 40 kilogram.

Terdakwa sebagai warga negara asing mengedarkan narkotika di Indonesia (bukan di negaranya) selain mendapatkan keuntungan, juga secara langsung menghancurkan sumberdaya manusia generasi muda Indonesia secara tidak langsung dapat menghancurkan bangsa dan negara Indonesia.

Berita: Gate 13 | Foto: Ist.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.