July 27, 2024

Menkopolhukam Resmikan Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa

Denpasar |
Kejaksaan Republik Indonesia (RI) melaunching Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa di Jalan Gunung Puntang, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (7/1).

Disaat bersamaan juga siap diresmikan secara serentak sepuluh Balai Rehabilitasi Adhyaksa pada wilayah hukum sejumlah Kejaksaan Tinggi (Kejati), diantaranya Aceh, Kepulauan Riau (Kepri), Bangka Belitung (Babel), Banten, Jawa Barat (Jabar), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) , Jawa Timur (Jatim), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Sulawesi Tengah (Sulteng), dan Sulawesi Selatan (Sulsel).

Peresemian dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD dan dihadiri oleh Jaksa Agung Burhanuddin.

Pada kesempatan itu, Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD menyampaikan apresiasi pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa oleh Kejaksaan RI yang merupakan sarana rehabilitasi bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.

“Saya ingin menggarisbawahi bahwa pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa sebagai penerapan keadilan restoratif, yang tidak hanya diatur dalam tataran normatif dan konseptual belaka, namun juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung,” ujarnya.

Menurut Mahfud, Kejaksaan sudah memulai tonggak bersejarah dan pihak manapun dapat memfasilitasi pendirian balai rehabilitasi sebagai upaya bersama dalam rangka menyelamatkan generasi muda.

“Saya berharap balai rehabilitasi ini didukung oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia sebagai upaya implementasi dan menjadi sumbangsih bagi pengguna dan penyalahgunaan korban napza,” tuturnya.

Menkopolhukam juga mengatakan, bahwa Kejaksaan RI telah melakukan langkah strategis mendorong penerapan keadilan restoratif (restorative justice) pada tindak pidana narkotika dengan menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.

“Rehabilitasi dimaksudkan untuk memulihkan penyalahguna narkotika, dengan harapan setelah selesai menjalani rehabilitasi, penyalahguna dapat pulih dari ketergantungan terhadap narkotika, pulih secara fisik, mental dan dapat diterima kembali di lingkungan sosialnya,” jelasnya.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) per Juni 2022, penghuni di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di Indonesia mencapai 278.487 orang, dimana kapasitas lapas dan rutan di Indonesia hanya dapat menampung 132.107 orang.

Dengan kata lain, lanjutnya, terdapat tingkat kepadatan hunian lapas dan rutan mencapai 211 persen dari kapasitas yang seharusnya. Sementara itu terpidana narkotika menjadi penyumbang terbesar penghuni lapas dan rutan yaitu 138.501 orang tahanan atau narapidana sebesar 49,7 persen.

“Fenomena overcapacity tersebut menyebabkan fungsi pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan menjadi tidak optimal dan secara tidak langsung berdampak pada tidak berimbangnya jumlah petugas atau tenaga keamanan di Lapas dengan jumlah penghuni lapas,” sebut Mahfud.

Menurutnya, hal ini berdampak timbulnya berbagai permasalahan yang terjadi di Lapas, antara lain kerusuhan yang memakan korban jiwa, kebakaran Lapas, dan tingginya biaya untuk penyediaan sarana prasana dan layanan bagi warga binaan pemasyarakatan.

“Serta lahirnya tindak pidana baru seperti peredaran narkotika yang dikendalikan oleh narapidana dari dalam lapas dan rutan,” pungkas Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD.

Foto: Ist./Humas Puspenkum Kejagung

Selanjutnya Jaksa Agung Burhanuddin melakukan dialog interaktif secara virtual dengan Kejati Sulawesi Selatan, Kejati Aceh, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.

Dalam dialognya Jaksa Agung menyampaikan hal yang paling terpenting adalah memanusiakan korban dan pengguna Napza dimana dalam pelaksanaannya melibatkan tenaga medis untuk memonitor kesehatan fisik dan jiwa pengguna.

“Sehingga mereka yang menjadi korban tidak ada stigma negatif di masyarakat dan kedepan agar dilakukan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan para ulama sehingga secara spiritual dapat disembuhkan. Kita bersama punya tanggung jawab dan bagi mereka yang mengedarkan dan menjual, tidak ada tempat dan harus tindakan tegas serta hukuman seberat-beratnya,” katanya.

Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep N Mulyana menyampaikan, hadirnya balai rehabilitasi ini sebagai bentuk equality before the law atau persamaan mendapatkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

“Spirit balai rehabilitasi untuk menekan overcapacity lembaga masyarakat dan sebagai bentuk kepedulian bahwa rehabilitasi sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Ada pendekatan kolaborasi dengan semua stakeholder dan harus bisa berkontribusi serta melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK),” tuturnya.

Asep juga mengatakan bahwa balai rehabiltasi bukan penjara, namun tempat penyembuhan sosial, mental dan spiritual. Menurutnya disadari balai rehabiltasi tidak menyalahi aturan hukum sebagaimana dalam Pasal 139 dan Pasal 140 KUHAP dan penyelesaian dengan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Balai rehabilitasi tidak saja sebagai kebutuhan tapi harapan baru masyarakat. Di beberapa daerah sudah dibentuk balai rehabilitasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota,” imbuh Kajati Jawa Barat.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dikesempatan yang sama menyampaikan bahwa balai rehabilitasi merupakan terobosan Jaksa Agung di jaman Jaksa Agung Burhanuddin lahirlah terobosan baru, dimana sejarah mencatat bahwa lahir sebuah logika hukum yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat awam melalui restorative justice.

Dikatakan Kang Emil, melalui restorative justice, hal-hal yang bisa dimusyawarahkan dan tanpa menghilangkan aspek hukum dapat menyelesaikan perkara (tanpa proses peradilan) dengan cara manusiawi.

“Kami optimis menatap peradaban masa depan dengan kearifan lokal, unsur musyawarah dan tanpa menghilangkan aspek hukum yang ada. Kami dukung langsung Kejati Jawa Barat dalam enam masterplan yaitu pembukaan balai rehabilitasi. Kami dukung sebagai pemerintah daerah dengan pengadaan infrastruktur, seperti tanah dan bangunan untuk dimanfaatkan,” imbuhnya.

Senada dengan Bupati Bandung Dadang Supriatna yang menyampaikan bahwa dengan adanya balai rehabilitasi sebagai upaya kepedulian pemerintah untuk menyelamatkan mereka yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Hadir dalam acara tersebut juga tampak hadir Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana, Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi, dan Asisten Khusus Jaksa Agung Hendro Dewanto.

Berita: Gate 13 | Foto: Ist./Humas Puspenkum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.