2 Tahun Buron, Bandar Kakap Pendiri Kartel Narkoba di Kalteng Dibekuk BNN
Jakarta |
S, bandar besar Kampung Puntun, tak berkutik ketika Tim Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil membekuknya saat hendak melarikan diri kedalam semak belukar tak jauh dari kediamannya di pesisir sungai Kahayan, Kalimantan Tengah (Kalteng), Senin (2/9).
Sebelum akhirnya tertangkap, S masuk kedalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kasus peredaran gelap narkotika yang membawanya pada hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Pasca putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 586.k/pid.sus/2022 tanggal 25 Oktober 2022 yang menyatakan S secara sah bersalah, S melarikan diri. Dari hasil penelusuran BNN, diketahui S melarikan diri ke Samarinda enam bulan lamanya. Ia berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya.
Karena tak ada tempat yang bisa Ia tuju, S bermigrasi ke Banjarmasin. Satu bulan lamanya menetap di Banjarmasin, setelah merasa situasinya aman, Ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jalan Rindang Banua Gang Ahklak Kelurahan Pahandut Kota Palangkaraya Kalteng.
Setibanya di kampung halaman, Ia kembali melakoni perannya sebagai bandar narkoba. Bak seekor kancil, S cukup lincah dalam melancarkan aksinya. Ia memiliki banyak orang suruhan untuk menjalankan bisnis haram tersebut di wilayah kekuasaannya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui S menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang.
Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan S berinisial AA yang kini masih DPO. Kemudian barang dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah S.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E, yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum S diamankan.
Secara berkala, tepatnya setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah S lainnya berinisial US yang kini buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan S kepada bandar utamanya yakni Koh A.
Komunikasi antara S dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah.
Kepada petugas, S mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016. Namun, saat ditangkap di tahun 2021 lalu dan kemudian buron, peran S hanya sebagai pengendali, dan menerima fee dari bos besarnya yakni Koh A.
Berdasarkan pengakuan E, besaran fee yang diterimanya pun terbilang besar, yakni Rp 50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu. Sementara itu, jumlah setoran yang harus diberikan S kepada Koh A mencapai Rp 750 juta setiap kilonya.
Total tersangka yang diamankan bersama S sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan dan dipastikan keterlibatannya.
Dengan adanya penangkapan ini, S akan segera menebus perbuatannya atas Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal yang disangkakan kepadanya saat putusan sidang tahun 2022 silam.
Hingga saat ini, BNN tetap fokus melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU) pada setiap kasus tindak pidana narkotika, termasuk yang dilakukan oleh komplotan S.
Apa yang tengah dilakukan BNN mendapat dukungan penuh dari masyarakat Kalteng, khususnya Kota Palangkaraya. Ini menjadi bukti nyata bahwa BNN akan melakukan tindakan tegas terhadap kampung yang disinyalir sebagai kampung narkoba di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Kampung Puntun, wilayah kekuasaan S, yang juga menjadi lokasi penangkapannya.
Berita: Red/Mh | Foto: Ist./Humas