Hukum

Tewasnya 6 Anggota FPI, PPHI Minta Presiden Jokowi Bentuk Tim Pencari Fakta

Jakarta |
Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (DPP-PPHI) menyatakan sikap prihatin atas peristiwa tragis tewasnya enam orang anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di jalan Tol Cikampek Km 50 pada Senin (7/12) lalu.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PPHI Tengku Murphi Nushmir, dalam siaran persnya yang diterima awak media pada Jumat (11/12) sore.

Menurut Murphi, berbagai opini yang muncul di masyarakat, termasuk keterangan dari pihak Polda Metro Jaya (PMJ) yang menyebutkan adanya peristiwa baku tembak antara anggotanya dengan para pengikut Habib Rizieq Shihab (HRS) selaku Imam Besar FPI.

“Pihak PMJ beralasan melakukan tindakan tersebut dikarenakan adanya penyerangan terhadap anggotanya oleh pihak FPI yang memilik senjata api dan senjata tajam,” kata Murphi.

Namun disatu sisi, sambungnya, pihak FPI menolak disebutkan bahwa enam anggotanya yang tewas disebut-sebut membawa senjata api.

“PPHI merasakan peristiwa tersebut sangat mempengaruhi kondisi masyarakat terutama terhadap ancaman keharmonisan yang dikhawatirkan timbul dan berdampak dalam kehidupan strata sosial di dalam masyarakat,” ucapnya.

Disebutkan oleh Murphi, bahwa tewasnya enam orang anggota FPI itu memunculkan beragam tanggapan dari lapisan masyarakat. Pro dan kontra hingga berbagai spekulasi bahkan adanya isu-isu yang mengkhawatirkan.

“Seperti adanya isu akan terjadi bentrok susulan antara kepolisian dengan FPI, yang dapat mengakibatkan terjadi konflik horizontal yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan ketidakstabilan kondusifitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ucapnya.

Oleh sebab itu, sambungnya, DPP PPHI menyatakan prihatin terhadap peristiwa tragis tersebut dan meminta asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) bagi keduanya, baik Polda Metro Jaya maupun FPI dengan menjujung tinggi asas persamaan didepan hukum (equality before the law).

“Selanjutnya PPHI berharap apabila terjadi dugaan pelanggaran hukum pidana oleh kepolisian maupun FPI, keduanya wajib untuk dimintakan pertanggungjawaban perbuatan secara hukum dan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tukas Murphi.

Selanjutnya Murphi juga mengatakan, bahwa PPHI mengapresiasi langkah Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) mengambil alih penyelidikan terhadap kasus yang telah menyita perhatian masyarakat Indonesia, bahkan dunia internasional.

“Alibi kepolisian yang disebut sebagai tindakan langkah menyelamatkan dari ancaman senjata api dan senjata tajam, ditolak keras dan disangkal oleh pihak FPI,” tuturnya.

Ketua Umum PPHI itu menggarisbawahi, bahwa dari masing-masing penyangkalan kedua pihak tersebut bukanlah mengedepankan analogi hukum pidana. “Karena jika mengutip ahli hukum Sebastiaan Pompe, hukum pidana adalah keseluruhan aturan hukum mengenai perbuatan perbuatan di hukum aturan pidananya,” tuturnya.

Oleh sebab itu, lanjut Murphi, pihaknya mendesak agar kasus kematian enam anggota FPI diselesaikan secara terang benderang. “Mengingat hukum pidana adalah hukum publik yang berisi aturan hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman berupa sanksi pidana bagi yang melanggar larangan itu,” katanya lagi.

Ia juga menambahkan, agar penyelesaian kasus tersebut dapat berjalan transparan, tidak memihak, adil dan jujur, maka PPHI meminta supaya Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang independen dan kredibel.

“Supaya bisa ditemukan bukti-bukti ada atau tidaknya pelanggaran hukum dan siapa pelaku dugaan tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain,” tegasnya.

Lebih dari itu, Murphi menambahkan agar semua pihak untuk tidak mempengaruhi proses penegakkan hukum dengan mengambil dan beropini menuduh pelaku sebelum terdapat keputusan pasti penyelesaian perkara ini.

“Apalagi memanfaatkan konsional perkara ini menjadi lahan politik yang dapat berakibat ancaman tidak kondusif di NKRI, maka untuk itulah PPHI berharap TNI untuk tidak terjebak di dalam perkara ini. Jagalah persatuan dan kesatuan NKRI,” katanya.

Dirinya pun mengutip yang disampaikan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Eddy Hiariej yang berbunyi ‘plus peccat auctor quam actor’, yaitu orang yang menggerakan suatu kejahatan dipandang lebih buruk daripada yang melakukannya.

“Kami keluarga besar PPHI menyampaikan turut berduka cita yang mendalam kepada keluarga korban dalam peristiwa ini. Semoga almarhum mendapat tempat terbaik disisi Allah SWT, Aamiin,” pungkasnya.

Berita: Red | Foto: Ist.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.