Puji Forsimema Bekerja Sangat Baik, Ketua IKAHI: Berimbang dan Bukan Berita Negatif Hakim Saja
Jakarta – Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) adalah satu-satunya organisasi resmi para hakim. Perannya sangat strategis dalam mendukung visi Mahkamah Agung (MA).
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) IKAHI periode 2022–2025 Yasardin, dalam sebuah perbincangan hangat dengan Ketua Forsimema Syamsul Bahri dan Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) SS Budi Raharjo, di lantai 7 Gedung MA, Jakarta, Jum’at (11/4).
Pria dengan nama dan gelar lengkap Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum, kelahiran Kaur Bengkulu pada 10 November 1959 silam bercerita dari kisah perjuangan para hakim di daerah-daerah perbatasan, daerah terpencil, hingga potret kemanusiaan seorang hakim yang jarang muncul ke permukaan.
Bagaimana banyak hakim yang berjalan kaki menembus hutan demi menghadiri persidangan. Hakim yang tetap bersidang meski listrik padam dan jaringan internet terputus. Di balik toga, mereka adalah manusia yang mengabdi.
Hakim Yasardin berharap media juga berimbang. Kalau ada hakim salah, silakan diberitakan. Tapi yang baik pun harus disuarakan. Jangan hanya kabar buruk yang dipilih.
“Saya berharap media massa juga berimbang. Kalau ada hakim salah, silakan diberitakan. Tapi yang baik pun harus turut disuarakan. Jangan hanya kabar buruk yang dipilih, seolah semuanya bobrok,” tutur Yasardin, dengan suara tenang namun tegas.
Di tengah adagium bad news is good news, Ketua IKAHI menyuarakan harapan akan keadilan dalam informasi redaksi media massa juga disuarakan hal-hal positif di dunia peradilan kita. Bahwa kerja-kerja sunyi para hakim di pelosok juga layak untuk didengar.
Ketua IKAHI mengetuk nurani bahwa keadilan bukan hanya tugas meja hijau, tapi juga tanggung jawab ruang redaksi. Bahwa kerja-kerja sunyi para hakim di pelosok negeri, pun pantas mendapat tempat di halaman utama.
“Hakim tidak harus dipuji, tapi janganlah pula disudutkan dalam hal integritas. Bersyukur, jurnalis yang tergabung di Forsimema menempatkan berita yang berimbang,” ujar sosok hakim yang santun ini.
Dalam tutur kata yang ramah, hakim ini bercerita organisasi IKAHI bukan sekadar organisasi. Yasardi bercerita kesejahteraan hakim terus diperjuangkan. Bagaimana merawat kebersamaan dengan nilai.
Di IKAHI bersama pengurus lain, dirinya menghidupkan mesin organisasi hakim dengan dilandasi ketulusan.
Sebagai Hakim Agung di Kamar Agama sejak 2017, Yasardin tak hanya menelusuri tumpukan berkas perkara. Ia juga mengajar, menanamkan nilai kepada para calon hakim menyemai keyakinan bahwa keadilan adalah cahaya yang harus dijaga, bukan hanya dengan logika, tapi juga dengan nurani.
“Menjaga kekompakan membuat IKAHI semakin kuat. Menjaga kepedulian, agar sesama warga peradilan saling mengingatkan, menjaga nama baik lembaga, dan terus menegakkan profesionalitas,” ujar Yasardin tentang usia IKAHI telah mencapai angka 72.
“Hakim Berintegritas, Peradilan Berkualitas,” IKAHI kembali menegaskan arah langkah: bahwa keadilan tak cukup hanya dengan hukum yang tertulis, tapi juga dengan integritas yang hidup dalam hati hakim.
Dan dalam satu langkah langkah yang tidak riuh tapi penuh makna IKAHI terus menyalakan pelita peradilan. Agar hukum tetap menjadi tempat berpulang terakhir bagi keadilan, dan hakim tetap menjadi lentera yang menjaga arah negeri.
Dalam gemuruh dunia yang makin deras, IKAHI menjaga kekompakan sebagai pondasi. Bukan sekadar kumpulan formal, tapi keluarga yang saling mengingatkan, saling peduli, dan saling menjaga nama baik lembaga.
“Gengsi ada, tapi lebih banyak kerja baktinya,” tutur Yasardin sambil tersenyum. Bahkan tak jarang, urusan organisasi ditopang dari kantong pribadi. Iuran hanya cukup untuk menjalankan mesin organisasi, sisanya lahir dari cinta akan tugas dan tanggung jawab.
Dalam satu napas, IKAHI menghidupkan profesionalitas. Sebab, hukum tak akan tegak tanpa hakim yang bersih, kuat, dan cermat
Tahun ini, IKAHI merayakan ulang tahunnya yang ke-72. Usia yang matang, tapi semangatnya tetap menyala. Dengan tema “Hakim Berintegritas, Peradilan Berkualitas,” IKAHI kembali menegaskan arah: bahwa tiang keadilan harus ditopang oleh hati yang jujur dan pikiran yang jernih.
Rangkaian perayaan bukan sekadar seremoni. Seminar nasional bertema “Urgensi Undang-Undang Contempt of Court” menjadi ruang diskusi ilmiah dengan narasumber dari Komisi Yudisial, DPR, hingga akademisi.
Ada ziarah dan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata menjadi wujud syukur dan penghormatan bagi mereka yang telah menunaikan tugas hingga akhir hayat. Sementara anjangsana ke para sesepuh IKAHI, adalah bentuk cinta dan penghargaan kepada mereka yang pernah berdiri gagah dalam pengabdian. (Gate 13/Foto: Ist./Dok.)