Opini

Sudah Saatnya Bali Miliki Rumah Sakit Tanaman (Plant Hospital)

Oleh Ngurah Sigit*

Gagasan tentang ‘Rumah Sakit Tanaman’ mungkin terdengar agak unik bagi sebagian orang. Namun sesungguhnya hal tersebut menyimpan makna yang dalam dan menyentuh, terutama jika ditelaah dari kacamata ekologis, spiritual, dan budaya Bali yang kaya akan kearifan lokal.

Ini adalah panggilan nurani, sebuah ajakan untuk mengubah cara pandang kita terhadap alam, bahwa tanaman bukan hanya objek konsumsi, melainkan subjek kehidupan yang layak mendapatkan perhatian, perawatan, bahkan cinta kasih.

Alam sebagai Ibu Kehidupan (Ibu Pertiwi)

Dalam filosofi Bali, alam bukan sekadar latar kehidupan. Ia adalah bagian dari jiwa manusia itu sendiri. Melalui prinsip Tri Hita Karana, harmoni antara manusia, Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan alam (Palemahan) menjadi landasan hidup masyarakat Bali.

Tanaman adalah manifestasi paling nyata dari kasih sayang alam, yakni memberi oksigen tanpa meminta, memberi pangan tanpa pamrih. Maka, sudah sepantasnya kita memberi kembali dengan merawatnya saat ia lemah, sakit, atau terancam punah.

Rumah sakit tanaman bukan hanya tempat teknis, melainkan wujud penghormatan kepada Ibu Pertiwi, simbol bahwa kita tidak lagi melihat alam sebagai objek eksploitasi, melainkan sahabat hidup yang setara.

Perawatan dan Pemulihan Ekologis

Realitas Bali hari ini menghadapi ancaman serius. Adanya alih fungsi lahan, kerusakan tanah akibat pestisida, polusi, dan tekanan pembangunan. Di tengah krisis ini, rumah sakit tanaman bisa hadir sebagai oase pemulihan ekologis tempat di mana tanaman yang sakit dirawat, spesies langka diselamatkan, dan ekosistem yang rusak direstorasi.

Lebih dari itu, rumah sakit ini bisa menjadi simbol gerakan kolektif untuk menjaga keberlanjutan Bali, agar pulau yang kita cintai tetap hijau dan lestari untuk generasi mendatang.

Harmoni Spiritual: Tanaman sebagai Energi Kehidupan

Dalam Usada Bali, tradisi pengobatan Bali kuno tanaman bukan hanya penyembuh, tetapi juga penjaga keseimbangan energi dalam tubuh dan alam semesta. Jika tanaman bisa menyembuhkan manusia, mengapa kita tidak menyediakan ruang agar tanaman juga bisa disembuhkan?

Rumah sakit tanaman bukan hanya upaya ekologis, tapi juga spiritual. Ini adalah bentuk kasih timbal balik kepada tanaman yang telah memberi kita kehidupan. Seperti halnya manusia yang perlu dipulihkan saat sakit, tanaman pun demikian.

Pusat Edukasi, Regenerasi, dan Kearifan Lokal

Rumah sakit tanaman dapat berfungsi sebagai pusat edukasi ekologi, tempat regenerasi pengetahuan agrikultur berbasis kearifan lokal yang mulai tergerus modernisasi.

Bayangkan sebuah tempat di mana anak-anak belajar mencintai tanaman, mahasiswa meneliti bioteknologi lokal, petani mempelajari pertanian organik, dan masyarakat luas berdialog dengan tradisi dan sains.

Lebih dari sekadar klinik botani, rumah sakit tanaman adalah rumah bagi ilmu pengetahuan dan budaya, ruang di mana sains modern bertemu dengan filosofi hidup agraris Bali.

Saatnya Mengubah Cara Kita Memperlakukan Alam

Seruan ‘Sudah saatnya Bali memiliki Rumah Sakit Tanaman’ bukan sekadar ide, melainkan panggilan jiwa. Ini adalah upaya mengembalikan kesadaran kita bahwa semua makhluk hidup, termasuk tanaman, memiliki hak atas perawatan, pemulihan, dan kehidupan yang berkelanjutan (sustainable living).

Jika Bali ingin tetap menjadi taman surga yang indah, maka kita harus mulai dari hal yang paling mendasar adalah mencintai dan merawat tanaman dengan penuh hormat dan empati. Sebab, dalam setiap daun yang layu, mungkin ada panggilan lirih dari alam agar kita kembali peduli.

*Penulis adalah Sosiolog, Budayawan, dan Pemerhati Media.


Discover more from sandimerahputih.com

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Discover more from sandimerahputih.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading