Sekitar 33.000 Pengunjung Ramaikan Parade Budaya Nusantara Kota Tua
Jakarta |
Sejak selesainya revitalisasi Kota Tua tahun 2007, Jalan Pintu Besar Utara di Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat ditutup total untuk lalu lintas kendaraan bermotor.
Sejak itu pula hingga kini, tempat tersebut menjadi ajang mencari nafkah bagi orang orang kreatif. Dari cafe, penyewaan sepeda onthel, seni peran dan manusia patung, pelukis siluet maupun tatto. Tidak ketinggalan peramal nasib dengan melihat garis tangan maupun kartu tarrot, menjajakan jasanya.
Liburan sekolah akhir tahun 2017, Kota Tua termasuk Jalan Pintu Besar Utara yang menyambung ke Taman Fatahillah, tak pernah sepi dari pengunjung. Baik wisatawan lokal, nusantara maupun wisatawan mancanegara (wisman).
Firman (30) seorang anggota komunitas sepeda onthel Kota Tua, Sabtu (30/12), ketika ditemui di pangkalannya menuturkan, penghasilan menyewakan sepeda onthelnya lima kali lipat dari hari-hari biasa.
“Bila ramai seperti ini rata-rata sehari 35 orang menyewa sepeda onthel saya. Per setengah jam tarifnya Rp 20 ribu, bisa dihitung sendiri,” kata Firman yang sudah lebih 6 tahun mangkal di situ dengan bermodalkan 3 sepeda kuno yang dicat warna-warni.
Kalau sepi, sambung Firman, hanya 5 sampai 6 orang yang menyewa sepedanya. Sementara jumlah pemilik sepeda sewaan di Kota Tua kini mencapai 36 orang.
Namun hari itu seorang anak bernama Syauqi dari SMP Smart School Parung, Bogor tidak kebagian sepeda sewaan walaupun sudah menunggu lebih setengah jam. Itu berarti 3 dikali 36 sepeda onthel sewaan sedang dipakai para wisatawan berseliweran di Taman Fatahillah.
Para anggota Komunitas SKKT juga panen rezeki dalam liburan akhir tahun 2017 ini. Disa, pemeran Srikandi mengaku dalam kotak apresiasinya bisa mencapai lebih Rp 300 ribu sehari.
Sedangkan Aris (27) yang memerankan patung Pedagang Buah Kota Tua pada Senin (25/12) lalu, meraup Rp 800 ribu. “Itu dari jam 9 pagi sampai 9 malam. Tapi habis itu saya istirahat sebab lengan ini gatal-gatal akibat bekas baluran bronz,” tuturnya polos.
Hari itu Aris membantu pasangan suami isteri Dendy Ardiyansyah (34) dan Silvy (27) yang masing-masing berperan sebagai Hanoman versi Bali dan Putri Borneo.
Tampak di dalam kotak apresiasi masing-masing penuh dengan uang kertas dua ribuan sampai dua puluh ribuan.
Dendy yang mengaku berpendidikan STM atau SMK Teknik, gemar seni musik dan seni karakter. “Kami di sini ada 25 orang sudah lulus audisi dua bulan yang lalu. Itu, Silvy lulus nomor satu dengan nilai 87,” kata Dendy sembari menunjuk isterinya.
Semua peserta audisi sekitar 50 an orang. Dan sekarang beberapa komunitas manusia patung, wayang orang dan karakter yang lain dilebur menjadi Komunitas Seni Karakter Kota Tua (SKKT).
Dendy menuturkan kostum Hanoman yang dipakainya sudah berumur lebih 5 tahun. “Saya bersama tim membuatnya dibantu disainer kostum karnaval dari Jember,” jelasnya.
Kostum itu, ungkap Dendy, sudah pernah dibawa ke Negeri Belanda untuk karnaval sekitar tahun 2013 atau 2014. “Tadinya bentangannya lebih lebar. Karena berat, dipotong sedikit tanpa mengurangi kepantasan,” ujarnya.
Benar saja, sewaktu ada angin besar bertiup, Dendy tampak menggeliat karena menahan beban berat kostum yang dikenakannya.
Di sepanjang jalan Pintu Besar Utara, justru pengunjungnya yang berparade. Sebaliknya peserta karnaval mengisi posnya masing-masing. Mereka harus bersiap jika ada wisatawan yang ingin berfoto bersama.
Para peserta karnaval menerima imbalan seikhlasnya dari para pengunjung, dengan cara dimasukan ke dalam Kotak Apresiasi. Mereka terlihat dari depan Pusat Konservasi Cagar Budaya, sampai depan Museum Wayang deretan peserta karnaval budaya Nusantara.
Bermacam karakter ditampilkan, mulai dari Ondel-ondel Betawi, Hanoman Bali, Srikandi Jawa, Putri Borneo dengan hiasan bulu-bulu burung, Gatotkaca Pringgodani dari Singosari sampai Algojo Berpedang Eksekusi.
Kepala Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Norviadi Setio Husodo Sabtu (30/12) membenarkan kata-kata Dendy. “Ya audisi tersebut telah dilakukan sekitar bulan September,” ujarnya.
Mereka yang lulus audisi, sebut Norviadi, telah memenuhi syarat tampil di Kota Tua dengan mentaati segala kewajibannya. “Yaitu menjaga kebersihan dan keamanan dalam radius 2 meter, dan menyisihkan sebagian rezekinya untuk santunan bagi 30 an anak yatim di sekitar Kota Tua Jakarta,” tuturnya.
Kasatpel Museum Wayang Sumardi Dalang mengatakan, pada Sabtu lalu pengunjung Museum Wayang 5.450 orang termasuk 20 wisatawan mancanegara. “Terbanyak wisman dari Jepang dan AS,” ungkapnya.
Sedangkan pengunjung Museum Sejarah Jakarta saat itu mencapai 10.956 orang, termasuk 60 orang wisman. Terbanyak dari Korea Selatan, AS, Taiwan, Singapura, India dan Belanda,” kata Sri Kusumawati Kepala Museum Kesejarahan Jakarta yang sempat berbaur berpanas-panas dengan pengunjung Kota Tua di Taman Fatahillah.
Diperkirakan pengunjung Kota Tua hari itu sekitar 33.000 orang, atau 3 kali lipat jumlah pengunjung MSJ yang mendekati 11.000 orang. Kemungkinan keramaian sepert itu akan berlangsung hingga 7 Januari 2018 mendatang.
Berita: Pri | Foto: Istimewa/Pri