Hampir Semua Presiden RI Berawal dari Museum Joang 45
Jakarta |
Di teras Museum Joang 45, Jalan Menteng Raya 31, Jakarta Pusat, pengunjung disambut petugas loket yang melayani tiket retribusi museum.
Tarip yang diberlakukan terbilang murah meriah, per orang hanya Rp 5 ribu untuk dewasa, Rp 3 ribu untuk mahasiswa, dan Rp 2 ribu untuk anak-anak atau pelajar.
Terdengar lagu Jembatan Merah ciptaan Almarhum Gesang Martohartono. Lagu berirama kroncong itu awalnya datar, “Jembatan merah, sungguh indah, berpagar gedung megah”.
Kemudian terasa sendu diakhir, “Mengenang susah, hati patah, ingat jaman berpisah. Kekasih pergi, sehingga kini belum kembali”.
Tiba tiba terdengar lagu “Halo halo Bandung” dengan semangat tinggi. Mulailah kita menyusuri ruang demi ruang Museum Joang 45 yang berliku-liku.
Di depan pintu masuk di kiri dan kanan ada sepasang patung dada Dwi Tunggal Proklamator RI Soekarno-Hatta, seakan menyambut kita.
Masuk ruang sebelah kiri banyak foto dan informasi kegiatan Pemuda Menteng Raya 31 pada masa pra kemerdekaan. Di ruang tengah dipajang benda kenangan perang kemerdekaan.
Ada miniatur kapal USS Renville milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Di atas kapal itulah diadakan perjanjian Pemerintah RI yang masih usia batita dengan Pemerintah Belanda pada 8 Desember 1947.
Kapal itu mulai berlabuh di dermaga Tanjung Priok 2 Desember 1947. Masuk ruang selatan terlihat perlengkapan perang, pakaian dan bendera serta berbagai atribut pejuang Indonesia.
Yang menarik bendera TRIP atau Tentara Republik Indonesia Pelajar bersimbol tengkorak. Baju seragamnya warna coklat drill dengan doreng warna tipis berbahan kain belacu.
Ada lagi bendera tentara Pembela Tanah Air (PETA) bersimbol Bulan Sabit dan Bintang putih menutupi Matahari Terbit warna merah dengan garis garis sinarnya warna hijau dan merah.
Di ruang belakang ada 6 diorama mengisahkan adegan para pemuda dengan peranannya di setiap kesempatan.
Terdapat 30 lukisan perjuangan di Museum Joeang 45. Ada beberapa foto besar dan lukisan Panglima Sudirman sedang ditandu memimpin gerilya di medan laga.
Juga terdapat peristiwa perobekan bendera Belanda di atas Hotel Yamato Jl Tunjungan Surabaya, dan aksi Pemuda Menteng 31 dengan slogannya “Merdeka Sekarang Djoega” menjadi lukisan unggulan.
Foto Westerling membantai 40.000 orang rakyat Sulawesi Selatan juga menjadi salah satu foto pilihan yang membangkitkan semangat anti penjajahan.
Ada miniatur tandu pengangkut Panglima TNI Jendral Sudirman, foto Bung Karno yang anggun mirip patung di Perpustakaan Bung Karno di dekat makam beliau di Kota Blitar.
Di luar museum dipajang patung patung dada tokoh pejuang maupun pemuda pergerakan. Termasuk Kasman Singodimedjo dan Bung Tomo.
“Di sini ada 24 patung dada, termasuk 9 tokoh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia. Sayang patung dada ketuanya Profesor Radjiman belum ada,” kata Untung Sukardi, pemandu Museum Joang 45.
Tokoh lain yang dipatungkan AA Maramis, Achmad Subardjo, H Agus Salim dan Wahid Hasyim. Tokoh pemuda Menteng Raya 31 yang terkenal Hanafi terakhir menjadi pengusaha di Paris setelah berhenti menjadi Dubes RI di Havana, Kuba.
Di paviliun belakang ada koleksi mobil kepresidenan tahun 1945, yaitu mobil Rep-1 bermerek Buick buatan AS keluaran tahun 1939. Mobil itu ada karena usaha pemuda Sudiro untuk Presiden Soekarno. “Mobil itu masih dapat jalan,” jelas Untung.
Di dekatnya ada mobil Rep-2, merek Desoto tahun 1938. “Itu hadiah seorang pengusaha Jakarta Djohan Djohar kepada Bung Hatta tahun 1944,” tuturnya.
Lagu perjuangan terus terdengar secara medley. Lagu Nyiur Melambai ciptaan Menteri Penerangan Maladi menggugah rasa cinta tanah air. “Nyiur melambai, di tepi pantai. Siar-siur daunnya melambai. Padi mengembang, kuning merayu, burung burung menyanyi gembira”.
Saat akan menemui Pak Untung yang pertama bekerja di sini sejak tahun 1974 itu, baru sadar di teras terpampang lukisan wajah 6 Wanita Pahlawan Nasional. Di antaranya RA Kartini, Cut Nya Din, Dewi Sartika dan Maria Tiahahu. Di bawahnya dipajang 50 cetakan telapak tangan kanan wanita pejuang dan pengisi pembangunan.
Tiap cetakan telapak tangan ada nama dan tempat tanggal lahirnya. Antara lain Fatmawati Soekarno, Bengkulu, 5 Februari 1924, Rahmi Hatta, 16 Februari 1926. Maria Ulfah, Serang, 16 Agustus 1911, Herawati Diah, Belitung, 3 April 1917, Khofifah Indar Parawansa, Surabaya. 19 Mei 1965 dan Kolonel (Purn) Moeljati, Yogya, 26 Februari 1927.
Lagu Saputangan dari Bandung Selatan mengiringi kepulangan kami dari museum ini. “Selamat jalan, selamat berjuang, Bandung Selatan jangan dilupakan”.
Kepala Museum Kesejarahan Jakarta Sri Kusumawati mengungkapkan, pengunjung gabungan Museum Joang 45 dan Museum Mohammad Husni Thamrin di Jl Kenari II, Jakarta Pusat tahun 2016 sebanyak 12.216 orang. Tahun 2017 meningkat menjadi 15.971 orang.
Pemandu wisata Untung Sukardi memperkirakan dari jumlah itu 70 persennya adalah pengunjung Museum Joang 45. “Selama ini saya memperhatikan, yang menjadi Presiden selalu berawal dari sini,” kata Untung.
Disebutkan, Ir Soekarno memang guru ilmu politik para mahasiswa dan pemuda di gedung Menteng Raya 31. Kemudian Suharto pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Pejuang. Begitu pula Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudoyono dan Joko Widodo (Jokowi).
“Pak Jokowi deklarasinya juga di Gedung Joang ini. Di belakang sana di depan koleksi mobil itu,” pungkas Untung.
Berita: Pri | Foto: Istimewa/Pri