Penyidik KLHK Serahkan Tersangka Perdagangan Kayu Ilegal Asal Ambon ke Kejari Sikka
Jakarta |
Penyidik Balai Penegakan Hukum kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra) menyerahkan tersangka perdagangan kayu ilegal asal Seram, Ambon, Maluku berinisial JT (45) yang merupakan Direktur CV beserta barang bukti kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, di Ambon, Maluku, Kamis (14/1).
Kepala Balai Gakum KLHK Wilayah Jabalnusra M Nur mengatakan, masa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
“Bagi masyarakat yang mengetahui adanya perdagangan dan peredaran hasil hutan kayu ilegal silakan melapor ke Balai Gakkum KLHK,” ujar M Nur, dalam siaran pers Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KLHK, Jumat (15/1).
Barang bukti tindak pidana yang diserahkan kepada Kejari Sikka berupa kayu balok dengan total volume 175,34 meter kubik, sebuah kapal motor KM Mala Walie 09, empat dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK), lima lembar surat berlayar, dan tiga lembar dokumen persetujuan berlayar.
Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan setelah penyidik merampungkan penyidikan dan berkas penyidikan dinyatakan P21 oleh Jaksa Peneliti Kejari Sikka pada Selasa (12/1).
Sebelum diserahkan, tersangka telah menjalani tes swab antigen sesuai dengan protokol kesehatan di Puskesmas Maumere pada Selasa (12/1) lalu, dengan hasil tes tersangka dinyatakan negatif Covid-19.
Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi peredaran hasil hutan kayu asal Ambon di Pelabuhan Wuring Maumere Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Gudang UD Indah yang terletak di Jalan Bangkunis Dermaga Wuring, NTT. Penyidikan dilakukan sejak 10 November hingga 18 November 2020 di Ambon, Maluku dan Seram, NTT.
Tersangka dijerat dengan Pasal 14 Huruf a dan/atau b jo Pasal 88 Ayat 1 Huruf b dan/atau Pasal 16 jo Pasal 88 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun serta denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Berita: Red | Foto: Ist.