HukumPeristiwa

Jampidum Setujui 5 Penghentian Penuntutan Lewat Restorative Justice

Denpasar |
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana melakukan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif terhadap lima kasus penganiayaan dan kecelakaan lalu lintas.

Alasan penghentian penuntutan perkara itu adalah adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Hal itu disampaikan Fadil secara virtual pada Kamis (17/3). “Telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ujarnya.

Disampaikan oleh Jampidum Kejaksaan Agung (Kejagung) itu, lima berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif pertama adalah tersangka EH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Prabumulih yang disangkakan melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan kedua tersangka S dari Kejari Kota Mojokerto yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Kemudian ketiga tersangka SA dari Kejari Lamandau yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP tentang Penganiayaan. Keempat, tersangka FPR dari Kejari Kaimana yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dan kelima adalah tersangka NAS dari Kejari Lebong yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Dijelaskan oleh Fadil, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum dan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.

”Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” ungkap Fadil Zumhana.

Selain itu, sambungnya, alasan lainnya adalah tersangka dan korban setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Sedangkan alasan pertimbangan sosiologis masyarakat merespons positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif, sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran (SE) Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Dir TP Oharda) Agnes Triani, dan koordinator pada Jampidum.

Selain itu juga hadir para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Bengkulu serta para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengajukan permohonan restorative justice, serta Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) dan Kepala Seksie (Kasi) Wilayah di Direktorat Oharda Kejagung.

Berita: Gate 13 | Foto: Ist.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.