Tanggapi Harga Pasar Dunia, Pemerintah Bebaskan Pungutan Ekspor CPO
Jakarta |
Pemerintah memutuskan untuk mengenakan pungutan Rp 0 atau membebaskan pungutan ekspor CPO dan turunannya, jika harga di pasaran tidak melebihi 500 dollar AS/ton.
Penyesuaian itu merupakan respon pemerintah menanggapi harga CPO di pasar dunia yang terus menurun, dan hingga menyentuh angka 410 dollar AS/ton pada pekan-pekan ini.
Sebelumnya pada 8-9 hari lalu, harga CPO masih bertahan di kisaran 530 dollar AS/ton.
Hal itu disampaikan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, usai rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) di Jakarta, Senin (26/11) lalu.
Menurut Darmin, kondisi saat ini memang membutuhkan emergency measure untuk ikut membantu harga di level petani. Penyesuaian dari pungutan ekspor yang diputuskan dalam rapat ini akan diterapkan untuk sementara waktu.
Saat ini ekspor CPO dikenakan pungutan 50 dollar AS/ton, sementara turunan 1 sebesar 30 dollar AS/ton, dan turunan 2 sebesar 20 dollar AS/ton. Dengan penyesuaian ini, pemerintah mengenakan pungutan Rp0 untuk ketiga jenis komoditi ekspor tersebut.
Dijelaskan juga oleh Menko Darmin, apabila harga sudah mulai membaik ke level 550 dollar AS/ton, pungutan akan dikembalikan ke mekanisme pungutan awal.
Menko Darmin meminta publik tidak perlu khawatir bahwa dengan adanya kebijakan ini. Ia menegaskan, BPDP-KS tetap memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan program kelapa sawit lainnya.
“Program Biodisesel-20 (B-20), Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dan sebagainya tetap akan berjalan normal. Dana BPDP-KS lebih dari cukup,” tegasnya.
Sementara mengenai implementasi pemberlakuan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.
“Saya sudah sepakat dengan Menteri Keuangan. Dia akan menandatangani kebijakan ini sepulang dari Argentina. Tentu saja kebijakan ini akan mulai berlaku sejak PMK-nya keluar,” tukasnya.
Rapat juga menyepakati perlunya penguatan pengumpulan data dari semua perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar kelapa sawit.
Pendataan ini, lanjut Darmin, sebagai bentuk tata kelola perkebunan Indonesia. Pendataan ini pun akan dilakukan bersamaan dengan Program Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Program Moratorium Kelapa Sawit.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil juga menambahkan, bahwa kebijakan ini diambil karena kondisi darurat.
Menurutnya, pemerintah harus mengintervensi agar supply tidak berlebihan, sekaligus agar harga juga bisa berpihak dan menjamin kepentingan petani maupun industri.
“BPDP-KS adalah instrumen kebijakan publik yang dewan pengarahnya adalah beberapa menteri. Jika tidak ada instrumen ini akan sangat sulit kita merespons kondisi saat ini,” ungkap Menteri ATR/BPN.
Berita: Sigit | Foto: Istimewa/Humas Kemenko Perekonomian