Tampung Masukan RUU Jabatan Hakim, Komisi III DPR Kunker ke Sumbar
Padang |
Komisi III DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI melakukan kunjungan kerja (kunker) spesifik ke Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Kunjungan rombongan Komisi III DPR RI yang dipimpin oleh Desmond J Mahesa, dalam rangka menampung masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim.
Dalam kesempatan itu, Desmond mengatakan bahwa urgensi RUU Jabatan Hakim ini di dasari karena belum adanya ketentuan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur tentang hakim, manajemen pengelolaan hakim utamanya menyangkut trasparansi rekrutmen hakim, persyaratan calon hakim, dan pengawasan terhadap etika, perilaku dan independensi hakim.
“Selain itu juga perlu adanya perubahan konsep peradilan satu atap (one roof system) menjadi pembagian tanggungjawab (share responsibility) untuk mewujudkan sistem peradilan yang dapat memenuhi harapan para pencari keadilan (justitiabelen),” ujar Desmon yang juga menjadi keynote speech, di aula Mapolda Sumbar, Kamis (27/9).
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sambung Desmond, hakim tidak bisa begitu saja diberi kebebasan melainkan harus tetap dalam pengawasan untuk menghindari terjadinya penyalahggunaan wewenang (abuse of power).
Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu merinci beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan RUU Jabatan Hakim tersebut.
Menurut Desmond, yang pertama adalah menjamin kepastian hukum bagi para hakim pada seluruh lingkungan peradilan dan meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Kemudian kedua, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menghilangkan persepsi judiciary corruption terhadap lembaga peradilan.
Ketiga, menjaga integritas, profesionalisme dan independensi kesejahteraan para hakim. Melalui RUU Jabatan hakim materi pengatan manajerial hakim, baik dari proses pengangkatan, status kepegawaian, jenjang karir/ kepangkatan, hak-hak keuangan, fasilitas hingga pemberhentian hakim.
Sedangkan yang keempat, dalam meningkatkan dan menciptakan peradilan yang transparan serta memperkuat penegakan dan supremasi hukum di indonesia.
Terakhir yang kelima, sebagai upaya untuk merubah sistem satu atap menjadi sistem pembagian tanggungjawab, khususnya dalam hal pengaturan manajemen hakim yg di mulai dari rekrutmen hingga pemberhentian hakim.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Sumatera Barat Dwi Prasetyo menyampaikan masukan dan tanggapan yang meliputi pengelolaan manajemen hakim, usia pensiun hakim, dan ketentuan penutup.
“Mengenai pengelolaan manajemen hakim, perlu adanya pengaturan yang lebih jelas mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan pengangkatan hakim,” kata Dwi Prasetyo, dilansir laman kemenkumham.go.id, Kamis (27/9).
Ditambahkan oleh Dwi, bahwa perlu adanya peta jabatan hakim yang menggambarkan ketersediaan dan jumlah kebutuhan hakim.
“Serta perlu adanya ketentuan yang mengakomodir penyandang disabilitas, dalam konteks sinkronisasi pengaturan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas,” sebutnya.
Sedangkan terkait usia pensiun, Kanwil Kemenkumham mengusulkan usia pensiun hakim agung sebaiknya di akomodir diatas usia 65 tahun.
“Perlu di cermati sinkronisasinya dengan batas usia hakim mahkamah konstitusi yakni 70 tahun, dan batas usia dosen profesor yang dapat diperpanjang menjadi 70 tahun,” tutup Dwi.
Berita: Mh | Foto: Istimewa/Humas