Selain Pajak Kendaraan, Bali Minta Dukungan Payung Hukum Potensi Pendapatan Daerah
Denpasar |
Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menerima Kunjungan Kerja (Kunker) Badan Legislasi DPR RI dalam rangka Penyerapan Aspirasi Masyarakat Program Legislasi Nasional Tahun 2025-2029 dan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2025 di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, di Denpasar, Bali, Senin (23/9).
Dalam Kunker Baleg DPR RI yang dipimpin oleh Ichsan Soelistio, Pj Gubernur Bali menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi saat ini, salah satunya terkait potensi lain yang dimiliki Bali yang dapat dikelola menjadi pendapatan daerah namun belum dapat dilakukan karena belum adanya payung hukum yang mengaturnya.
Pj Gubernur Bali menjelaskan bahwa sebagai daerah yang tidak memiliki sumber daya alam seperti minyak, gas, dan mineral, Bali sesungguhnya memiliki potensi pendapatan daerah dari pengelolaan laut yang selama ini belum terakomodasi.
Berdasarkan Pasal 27, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Perda), disebutkan bahwa daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut di wilayahnya.
Kewenangan tersebut meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi, serta kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
Namun, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Rokok, serta Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Opsen Pajak MBLB).
“Dengan adanya pembatasan jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Provinsi tidak memiliki ruang untuk menarik pajak dari pengelolaan sumber daya alam laut di wilayah yang menjadi kewenangannya karena belum ada payung hukum terkait sumber pendapatan tersebut,” tambahnya.
Pj. Gubernur Mahendra Jaya juga menyampaikan bahwa selain pendapatan dari pengelolaan sumber daya laut, potensi pendapatan dari upaya pemerintah daerah dalam mengurangi emisi karbon di wilayahnya juga belum terakomodasi.
Pemerintah daerah terus berupaya mengurangi emisi karbon dengan melakukan penghijauan masif, seperti di Bali dengan penanaman mangrove. Bahkan, masyarakat Bali memiliki kearifan lokal Nyepi yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon.
Namun, hingga saat ini, belum ada ruang bagi pemerintah daerah untuk mensertifikasi dan menjual kredit karbon sebagai sumber pendapatan daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Pj Gubernur Mahendra Jaya juga menyoroti eksistensi Desa Adat yang telah membuktikan peran pentingnya dalam pembangunan daerah dan nasional.
Oleh karena itu, perlu kiranya dirumuskan payung hukum dalam undang-undang untuk mempertegas perhatian dan dukungan pemerintah kepada Desa Adat melalui pengalokasian anggaran dari APBN.
“Selama ini, kami di Bali menjaga eksistensi Desa Adat dengan dukungan anggaran dari APBD Provinsi Bali dan APBD Kabupaten Kota se Bali. Perlu dirumuskan payung hukum dalam undang-undang untuk mempertegas perhatian dan dukungan pemerintah kepada Desa Adat melalui pengalokasian anggaran dari APBN,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Ichsan Soelistio menyampaikan bahwa pada tahun 2024 sudah ada 47 Program Legislasi Nasional RUU Prioritas, termasuk RUU Kepariwisataan, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU tentang Kelautan.
Dalam kesempatan ini, kami ingin menyerap aspirasi dan mendengarkan pandangan masyarakat, mulai dari pelaku pariwisata, tokoh masyarakat, budayawan, hingga mahasiswa terkait RUU yang akan dibahas di badan legislatif, sehingga RUU yang disahkan nanti dapat mengakomodasi kondisi dan keinginan masyarakat.
Kunker Baleg DPR RI yang turut dihadiri oleh 10 anggota Baleg juga diikuti oleh Kepala OPD di lingkungan Pemprov Bali, tokoh masyarakat, budayawan, organisasi pariwisata, serta akademisi. Kunker ini juga diisi dengan sesi penyampaian pendapat dari masyarakat dan diakhiri dengan saling tukar cinderamata serta sesi foto bersama.
Berita: Red/Gate 13 | Foto: Ist./Humas