July 27, 2024

Saksikan Gerhana Bulan, Ribuan Orang Kunjungi Monas dan Kota Tua

Jakarta |
Waktu terjadinya gerhana super blue blood moon Rabu, (31/1) malam, terdapat dua kegiatan masyarakat warga Jakarta yang berbeda.

Ada yang hanya solat khusuf berjamaah di masjid-masjid dan bertakbir tanpa sempat menyaksikan proses gerhana, ada pula yang khusus fokus pada meneropong bulan dalam prosesnya terhalang bayangan bumi hingga kembali muncul sempurna.

Tentu ada orang-orang yang mampu melakukan kedua-duanya meskipun sedikit. “Kami solat khusuf di masjid Baitul Muhyi tanpa melihat gerhananya. Soalnya mendung,” kata Dwi Busara, Kepala BAZIS Jakarta Timur selesai bertemu dengan Kasubag Mental Spiritual Jaktim Muchtar usai solat Jumat (2/2).

Demikian pula dengan Kepala Suku Dinas Kominfotik Jaktim Yuliarto. “Semula direncanakan solat gerhana bulan di lapangan. Karena mendung takut hujan maka dialihkan ke masjid,” kataYuliarto.

Mereka solat gerhana bersama Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana dan pejabat lain dengan imam dan khotib Ustadz Mayjen (Purn) H Ahmad Yani Basuki.

Sekitar 400 jamaah mengikuti sholat dan khotbah mengenai peristiwa alam yang menunjukkan keagungan dan kemahakuasaan Allah, Tuhan Semesta Alam.

Lain lagi di Masjid Darul Arqam, RW 03 Malaka Jaya, Jakarta Timur, dari lebih 200 jamaah solat khusuf, 20 persennya kaum ibu dan anak dengan Imam Ustadz Qosim dan khotib Ustadz H Ahmad Syaifuddin MPdI.

Setelah solat Isyak berjamaah Ketua Masjid, H Suprapto mengajak bertakbir dan berinfaq dan bersedekah. Namun saat khotbah, usai solat khusuf, anak anak usia SD seperti Ilham dan Dinda naik ke balkon masjid melihat bulan yang tinggal separo dan remang remang.

“Itu tuh bulannya,” kata anak-anak tersebut sambil menunjuk langit ke arah timur laut. Ilham siswa klas 5 SD mengaku melihat bulan tidak utuh walau terlihat cukup besar.

Di Tugu Monas, Jakarta Pusat, banyak warga masyarakat yang sengaja nonton bareng gerhana bulan di Cawan tingkat 2 Tugu Monas dengan teropong teleskop.

“Pengunjung Tugu Monas hari itu 4.858 orang. Tetapi yang antre teropong hanya 450 orang,” tutur Endrati Fariani, Kepala Satuan Pelayanan UPK Monas, Jumat (2/2).

Dari Tugu Monas ini dalam radius seluas 80 hektare pandangan bebas tak terhalang bangunan tinggi melebihi Monas itu sendiri yang tegakannya mencapai 132 Meter.

Lain lagi di Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat, ribuan orang sejak sore sudah siap nonton bareng gerhana bulan yang sangat langka tersebut. Persiapan teropong dan layar lebar dilakukan pihak UP Kawasan Kota Tua sejak pukul 14.00 WIB.

Kepala UPK Kota Tua Norviadi Setio Husodo, Kepala Museum Kesejarahan Jakarta Sri Kusumawati, Kepala Museum Seni Esti Utami, dan Kepala Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta Barat Linda terlihat hadir di situ.

Di samping disediakan 3 teropong, juga disediakan layar proyeksi di depan Museum Sejarah Jakarta, sehingga mempermudah pengunjung Taman Fatahillah melihat gerhana bulan dengan perkembangannya dari detik ke detik.

“Tiga teropong atau teleskop itu jenis WO.110. FLT dari Abu Yahya Observatory, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dua unit disediakan untuk publik dan yang satu unit untuk tayangan layar lebar. Nah teropong yang satu itulah yang saya pakai mengamati gerhana. Saya nggak sempat memotret motret,” kata Ismail, staf UPK Kota Tua.

Menurut Ismail gerhana bulan kali ini sangat luar biasa dibandingkan tahun 2015 silam. “Waktu itu bulan April saya mengamati gerhana bulan dari Abu Yahya Observatory Pejaten Barat itu. Waktu itu supermoon biasa,” ungkapnya.

Namun tahun 2018 ini proses gerhana bulan dari pukul 18.30 sampai 22.11 WIBcukup terang, hanya 20 persen tertutup mendung. “Awan mulai menutup pukul 19.51 hingga 20.31,” ujar Ismail sambil melihat catatan di layar androidnya.

Menurut catatan Sri Kusumawati, Rabu (31/1) pengunjung Museum Sejarah Jakarta mencapai 1.103 orang, termasuk 38 Lansia dan 68 orang WNA dari Jepang, Korea Selatan, Negeri Belanda, dan Amerika Serikat. “Namun museum sudah tutup malam hari,” kata Sri Kusumawati.

Dari jumlah pengunjung Museum Sejarah Jakarta itu menurut Norviadi dapat diperkirakan pengunjung Kota Tua 3 sampai 4 kalinya. “Saya perkirakan ada 4.000 orang pengunjung kumpul di Kota Tua,” pungkas Ismail.

Berita: Pri | Foto: Istimewa/Pri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.