PeristiwaWisata

Populasi Burung Curik Bali Meningkat Signifikan

Denpasar |
Upaya keras untuk melestarikan burung curik bali di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Populasi burung curik bali di habitat alami saat ini menjadi yang tertinggi sejak tahun 1974 semenjak mulai dilakukannya pencatatan populasi secara berkala.

Berdasarkan hasil monitoring pada akhir Mei 2020, burung ini sekarang berjumlah 303 ekor, meningkat dari populasi di alam tahun 2019 sebanyak 256 ekor dan baseline data tahun 2015 sejumlah 57 ekor.

“Restocking populasi melalui pelepasliaran burung hasil penangkaran (pembinaan populasi) menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan populasi burung curik bali di alam,” ujar Kepala Balai TN Bali Barat Agus Ngurah Krisna, saat diambil keterangannya di Gilimanuk, Bali, Sabtu, (27/6).

Upaya mengembangbiakkan burung Curik bali untuk kepentingan restocking ini dilakukan di Unit Suaka Satwa Curik Bali di Tegal Bunder, Gilimanuk, Bali.

Salah satu metode yang digunakan dengan membawa anakan curik bali yang telah berumur 8 bulan ke kandang habituasi di Cekik, Labuan Lalang dan Berumbun untuk proses adaptasi sebelum dilepas liarkan. “Saat ini jumlah burung secara keseluruhan di Suaka Satwa ini tercatat sebanyak 417 ekor,” tuturnya.

Kemudian pada hari Sabtu (27/6) Balai TNBB kembali melepasliarkan 52 ekor Curik Bali ke alam. Agus menjelaskan bahwa dalam suasana pandemi Covid-19 proses pelepasliaran dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Disamping itu, Agus menjelaskan pihaknya juga berkoordinasi dengan sektor lain, yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Petanian dan Pangan Pemkab, dan Balai Besar Veteriner dalam rangka One Health yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan kesehatan hewan. “Perhatian ditujukan kepada kondisi Kesehatan, animal welfare, dan wilayah sebaran habitat satwa dilokasi pelepasliarannya,” katanya.

Ditambahkannya jika implementasi di lapangan dilakukan melalui penerapan biosecurity dan biosafety serta mematuhi protocol kesehatan. Pemeriksaan Kesehatan dilakukan untuk penyakit avian influensa (AI), pemeriksaan bakteri dan parasite.

Sedangkan terhadap petugas perawat satwa dilakukan pemeriksaan rapid test corona virus. Semua ini merupakan upaya untuk menjamin tidak adanya penularan penyakit zoonosis dari satwa ke manusia atau sebaliknya dan dari satwa ke satwa liar lainnya.

Agus pun menjelaskan jika indikator keberhasilan pelepasliaran ditunjukkan dari produktivitas burung menghasilkan anakan di alam. Selama bulan Januari sampai dengan Mei 2020 produktivitas indukan di alam meningkat signifikan.

“Di Labuan Lalang terdapat 13 pasang indukan yang telah melahirkan anakan sebanyak 38 ekor, melebihi jumlah anakan selama 1 tahun pada 2019 sebanyak 34 ekor. Di Cekik terdapat 12 pasang indukan dengan 33 ekor anakan. Di Brumbun 8 pasang indukan dengan 22 ekor anakan,” tuturnya lagi.

Menurutnya apa yang menjadi titik balik dari keberhasilan peningkatan populasi burung curik bali di alam tidak terlepas dari sinergitas ex-situ (di luar habitat) dan in-situ (di dalam habitat) dalam pengelolaan di habitat dan luar habitat.

“Faktor-faktor yang terkait dalam hal ini, yaitu soal kebijakan, kolaborasi, pelibatan masyarakat, serta strategi dan konsistensi pengelolaan,” ungkapnya.

Kebijakan pengelolaan curik bali di luar habitatnya (ex-situ) dengan memberdayakan masyarakat contohnya dengan kebijakan Balai TNBB membantu memfasilitasi usaha penangkaran oleh kelompok masyarakat. Upaya ini berkembang di 6 desa penyangga TNBB.

Di Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng, masyarakat di Desa Sumberklampok mendirikan kelompok penangkar Manuk Jegeg sejak tahun 2015, dengan 17 anggota penangkar.

Sementara di Desa Pejarakan penangkaran dilakukan oleh kelompok masyarakat Nature Conservation Forum Putri Menjangan mulai tahun 2019.

Di Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana, masyarakat Desa Blimbingsari membentuk kelompok penangkar Paksi Sari Merta pada tahun 2017 dengan 14 anggota penangkar.

Kemudian di Desa Ekasari, terdapat kelompok penangkar Ekasari Bird Farm yang berdiri sejak tahun 2017, beranggotan 4 orang.

Selanjutnya di Kelurahan Gilimanuk, terbentuk kelompok penangkar Bali Jaya Lestari pada tahun 2018 beranggotakan 7 orang. Terakhir di Desa Melaya, terbentuk kelompok penangkar Lestari Curik Bali pada tahun 2018, beranggotakan 5 orang.

Semangat masyarakat untuk aktif dalam penangkaran ex-situ, menumbuhkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap kelestarian curik bali di alam.

Sementara kepedulian para pihak melalui wadah kolaborasi untuk bekerja bersama meningkatkan SDM petugas, memberdayakan masyarakat, serta dukungan dari kajian-kajian hasil penelitian yang menciptakan terobosan dan strategi baru dalam pengelolaan burung curik bali, diharapkan kedepan semakin meningkat jumlah curik bali di habitatnya.

Berita: Sigit | Foto: Istimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.