Permohonan Paspor Meningkat, Ditjen Imigrasi Investigasi Pemohon Fiktif
Jakarta |
Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham) Agung Sampurno mengatakan, tingginya permohonan paspor disebabkan oleh beberapa faktor, serta penyebab peningkatan adanya perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan ke luar negeri.
Faktor tersebut diantaranya karena banyaknya paket perjalanan murah ke luar negeri, perubahan tren jamaah haji menjadi jamaah umrah, WNI yang bekerja ke luar negeri, dan indikasi adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor.
“Tingginya permohonan paspor telah diidentifikasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi sejak November 2017,” kata Agung dalam siaran persnya, Senin (8/1).
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi tahun 2017, ungkap Agung, permohonan paspor mencapai 3.093.000 orang. Ini meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 3.032.000 dan tahun 2015 yang mencapai 2.878.099.
Menurut Agung, sejak aplikasi antrean paspor di uji cobakan pada Kantor Imigrasi (Kanim) Jakarta Selatan pada bulan Mei 2017, terdapat setengah juta lebih orang telah menggunakan aplikasi tersebut.
“Misalkan pada akhir September hingga Desember 2017, terjadi antrean pemohon sehingga belum bisa terlayani hingga Januari 2018,” katanya.
Disebutkan Agung, hasil investigasi intelijen keimigrasian menemukan adanya oknum masyarakat yang mengganggu sistem aplikasi antrean paspor. “Sehingga mengganggu masyarakat yang akan mengajukan permohonan online,” jelas Agung.
Disamping itu, hasil investigasi juga menunjukkan adanya permohonan fiktif yang datanya mencapai 72 ribu lebih. Sedangkan modus yang dilakukan adalah dengan melakukan pendaftaran online, dengan maksud untuk menutup peluang masyarakat lainnya sehingga kuota akan habis.
“Terdapat puluhan oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif, hingga ada beberapa oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif mencapai 4.000 lebih dalam sekali pendaftaran oleh satu akun saja,” ungkapnya.
Akibatnya berapa pun kuota yang disediakan akan habis diambil oleh oknum masyarakat tersebut. Selain itu juga ditemukan adanya oknum petugas yang bermain dengan calo,” papar Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi.
Agung menyebutkan, upaya yang dilakukan oleh Ditjen Imigrasi terkait meningkatnya permohonan dan animo masyarakat adalah dengan memberikan kemudahan dalam penggantian paspor, yaitu dengan menyederhanakan persyaratan menjadi cukup membawa E-KTP dan Paspor lama saja.
“Kemudian menambah tempat pelayanan selain di 125 Kantor Imigrasi, pelayanan paspor juga diberikan di 10 Unit Layanan Paspor (ULP), 16 Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP), 3 Unit Kerja Keimigrasian (UKK) dan 2 Mall Pelayanan Publik (MPP),” ujarnya.
Ditambahkan oleh Agung, selanjutnya Ditjen Imigrasi juga menambah kuota setiap Kanim agar dapat lebih banyak melayani masyarakat.
Sementara cara lain yang digunakan adalah memberikan pelayanan Sabtu Minggu sejak Desember 2017 hingga Januari 2018.
Agung mengemukakan, pada 29 Desember lalu Dirjen Imigrasi memerintahkan kepada seluruh Kanim di Indonesia yang masih mengalami penumpukan pemohon paspor untuk menyelesaikannya dalam waktu dua minggu.
Terkait dengan adanya gangguan terhadap sistem aplikasi antrean paspor, sebutnya, sejak tanggal 25 Desember 2017 Ditjen Imigrasi telah melakukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi.
‘Sehingga pada Februari 2018 aplikasi dengan performa baru akan diimplementasikan setelah terlebih dahulu didaftarkan di google apps,” papar Agung.
Terhadap oknum petugas imigrasi yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik, telah dilakukan pemeriksaan dan diambil tindakan sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku.
“Untuk memberikan kemudahan pemberian paspor Ditjen Imigrasi telah bekerja sama dan berkordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait termasuk Kantor Staf Presiden (KSP) agar Pusat Data Keimigtasian (Pusdakim) dapat terintegrasi dengan data base Kartu Tanda Penduduk (KTP),” jelas Agung.
Dengan adanya integrasi database ini, Agung menggarisbawahi, masyarakat tidak akan direpotkan dengan persyaratan kependudukan lagi.
Partisipasi masyarakat juga diperlukan dalam hal pengawasan kepada oknum petugas yang menyalahgunakan kewenangan. “Selain itu masyarakat juga perlu mengubah perilakunya agar lebih mempersiapkan rencana perjalanannya dengan baik sehingga tidak mendadak,” pungkasnya.
Berita: Mh | Foto: Istimewa/Ilustrasi