Luar Negeri

Menkumham Pimpin Delegasi RI Tindak Lanjuti Perjanjian Hukum dan Ekstradisi dengan Serbia

Jakarta |
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada Sabtu (4/7) bertandang ke Beograd, Serbia, dalam rangka memipimpin delegasi Indonesia guna memperkuat kerja sama bilateral di bidang hukum dan hak asasi manusia dengan negara yang terletak di semenanjung Balkan itu.

Dalam kunjungan tersebut, Yasonna dijadwalkan akan bertemu dengan  sejumlah menteri dan otoritas penegak hukum di Serbia.

Keberangkatan ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Duta Besar Serbia untuk Indonesia HE Slobodan Marinkovic, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Pada pertemuan tersebut, keduanya membahas berbagai potensi kerja sama Indonesia dan Serbia dalam ruang lingkup Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), termasuk di bidang Mutual Legal Assitance (MLA) atau Bantuan Hukum Timbal Balik dan ekstradisi.

Dilansir Biro Humas, Hukum dan Kerjasama Kemenkumham, Sabtu (4/7), Menkumham Yasonna Laoly mengemukakan, bahwa pihaknya sebelumnya sudah menerima dan mempelajari draft perjanjian internasional terkait MLA dari Serbia.

“Kunjungan kali ini di antaranya untuk membahas lebih lanjut dan mencapai kesepakatan terkait perjanjian tersebut. Saya berharap bisa membawa pulang kabar baik dari kunjungan ini,” kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan.

Menurutnya kerja sama di bidang hukum dan HAM dengan Serbia perlu dikembangkan sebagai upaya mengatasi tantangan global yang semakin tinggi. “Khususnya terkait kejahatan narkotika dan perdagangan manusia yang merupakan bagian kejahatan terorganisasi transnasional,” tukasnya.

Yasonna juga menggarisbawahi, bahwa tercapainya kesepakatan di bidang hukum seperti Perjanjian MLA dengan Serbia merupakan hal penting.

“Dari sudut pandang diplomasi, tentu ini merupakan penguat hubungan diplomatik yang sudah terjalin sejak 1954 saat Serbia masih tergabung di Yugoslavia,” ucapnya.

Selain itu, sambungnya, kerja sama bidang hukum dan HAM seperti Perjanjian MLA serta ekstradisi juga bermanfaat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery.

Sementara terkait MLA, lanjut Yasonna, Indonesia telah memiliki 11 perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik. Tujuh di antaranya sudah diratifikasi menjadi UU, yakni MLA dengan Australia, China, Korea Selatan, ASEAN, Hong Kong, India, dan Vietnam.

“Adapun empat lainnya sedang dalam proses ratifikasi, yaitu dengan Uni Emirat Arab, Iran, Swiss, dan Rusia,” pungkasnya.

Sebagai informasi, RUU tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dan Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss pada tengah pekan ini sudah disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna DPR dan diharapkan bisa segera disahkan menjadi undang-undang.

Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan undang-undang tersebut akan memungkinkan aparat penegak hukum Indonesia memetakan kemungkinan adanya harta kekayaan hasil korupsi, penggelapan pajak, dan tindak pidana lain dari Indonesia yang disimpan di Swiss.

Berita: Red | Foto: Istimewa/Humas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.