Kontribusi Manufaktur Indonesia Tertinggi di ASEAN
Jakarta |
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengemukakan, suatu negara dikatakan maju apabila industrinya tangguh.
“Untuk itu, kami terus fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri yang konsisten membawa multiplier effect bagi perekonomian,” kata Menperin Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (4/1).
Menurut Airlangga, industri pengolahan nonmigas berperan penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebab, lanjut Airlangga, kontribusinya mampu memberikan efek positif yang berantai, seperti peningkatan terhadap nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.
“Selain itu, sektor manufaktur dalam negeri menjadi penyumbang terbesar dari pajak dan cukai,” tambahnya.
Merujuk data United Nations Statistics Division pada tahun 2016, ungkapnya, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen setelah Korea Selatan (29 persen), Tiongkok (27 persen), dan Jerman (23 persen),” sebut Menperin Airlangga.
Diuraikan oleh Airlangga, rata-rata kontribusi dari 15 negara yang disurvei adalah 17 persen. Inggris berada di bawah rata-rata dengan kontribusi 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya 19 persen.
“Capaian 22 persen itu sangatlah besar, sehingga Indonesia masuk dalam jajaran elite dunia,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10 untuk kategori manufacturing value added.
“Peringkat ke 9 ini sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya,” tuturnya.
Airlangga menyebutkan, kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30 persen apabila dihitung mulai dari proses pra produksi, produksi dan pasca produksi.
Paradigma industri manufaktur global saat ini, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. “Oleh karena itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” tegas Airlangga Hartarto.
Di samping itu, manufaktur dinilai menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional. “Makanya, saat ini penting melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur,” ujarnya.
Disebutkan Airlangga, Presiden Jokowi menyampaikan, kebijakan ekonomi Indonesia harus terus diarahkan pada pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkualitas, tujuannya antara lain untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta meningkatkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Dalam upaya mendorong penyebaran industri yang merata sekaligus mewujudkan Indonesia sentris, Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri khususnya di luar Pulau Jawa.
“Pada dua tahun mendatang diprediksi pertumbuhan kawasan industri baru akan terus meningkat dengan dibangun delapan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 296,3 ribu orang,” ungkapnya.
Menperin pun berpandangan bahwa Indonesia dalam proporsi ekonominya dapat dikategorikan sebagai sebuah negara industri. “Kunci sukses dalam industrialisasi terdapat tiga faktor utama, yaitu sumber daya manusia (SDM), modal atau investasi, dan teknologi,” tuturnya.
Untuk itu, kata Menperin, peningkatan kompetensi SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi merupakan salah satu program prioritas pemerintah saat ini setelah pembangunan infrastruktur.
“Penyiapan SDM terampil bertujuan untuk membentuk dan menghasilkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan dunia industri. Kami telah melaksanakan pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri,” imbuh Airlangga.
Berita: Mh | Foto: Istimewa