KLHK Terapkan 3 Langkah Penguatan Penegakan Hukum Karhutla
Jakarta |
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan 3 langkah penguatan memperluas skala penindakan dalam penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Tiga langkah penguatan tersebut meliputi pelibatan Pemda dalam pengawasan, menerapkan pidana tambahan, dan penegakan hukum multidoor.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) LHK Rasio Ridho Sani menyampaikan, penerbitan izin menjadi wewenang bupati atau wali kota. “Oleh karena itu, pemerintah mendorong bupati atau walikota menggunakan wewenangnya dalam penegakan hukum melalui penghentian kegiatan, pembekuan maupun pencabutan izin,” katanya.
Penegakan hukum pidana tambahan, menurut Rasio Ridho, dapat berupa perampasan keuntungan, penyegelan dengan penerapan geospasial satellite image forensic, dan soil forensic.
Pihaknya juga bekerjasama dengan Polri dan Kejaksaan menerapkan sejumlah perundangan untuk menjerat pelaku karhutla, yaitu Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Kehutanan, UU tentang Perkebunan, dan UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Dari 17 gugatan perdata penegakan hukum karhutla, 9 diantaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), dengan nilai gugatan mencapai Rp 3,15 triliun, dan tengah dalam proses eksekusi. Saat ini yang sudah disetorkan kepada rekening negara yaitu sekitar Rp 78 miliar,” jelasnya.
Diungkapkan juga oleh Dirjen Gakkum Rasio Ridho Sani, bahwa eksekusi tersebut merupakan wewenang Ketua Pengadilan Negeri (PN). Pihaknya terus berkoordinasi secara intensif dengan Kepala Pengadilan Negeri agar dipercepat upaya-upaya eksekusinya.
Ia mencontohkan, dengan PN Nagan Raya di Aceh dalam waktu dekat akan mengeksekusi gugatan sekitar Rp 360 miliar terhadap karhutla yang terjadi di lokasi PT KA.
“Saat ini tengah dalam tahap penilaian aset mereka yang akan dilelang, untuk membayar ganti rugi tersebut. Jadi prosesnya masih berlangsung,” terang Rasio Ridho Sani, saat Media Briefing di Ruang Center of Intelligence Ditjen Gakkum LHK, di Jakarta, Selasa (1/10).
Upaya lain dilakukan, tambahnya, adalah dengan mengirim surat-surat kepada beberapa Pengadilan Negeri untuk melakukan pemanggilan dan eksekusi terhadap tujuh perusahaan yang belum membayar ganti rugi.
Menurut Rasio Ridho, ada 3 instrumen yang digunakan dalam penegakan hukum karhutla. Pertama yaitu sanksi administratif, melalui paksaan pemerintah kepada perusahaan untuk memperbaiki kinerja mereka dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla, termasuk perbaikan lingkungannya. Bentuk sanksi yang lain yaitu pembekuan hingga pencabutan izin.
“Kalau seandainya perusahaan tidak mau mematuhi sanksi yang diberikan, kami tempuh upaya penegakan hukum perdata, bahkan pidana,” tegas Dirjen Gakkum itu.
Penegakan hukum perdata berupa gugatan kepada perusahaan yang lokasinya terbakar, berupa ganti rugi lingkungan dan tindakan tertentu yaitu pemulihan lingkungan.
Dari keseluruhan 25 gugatan perdata yang ditangani Ditjen Penegakan Hukum LHK, 17 diantaranya merupakan penegakan hukum karhutla, dan 9 gugatan telah dinyatakan inkracht oleh Pengadilan Negeri.
“Jadi gugatan perdata terbanyak itu terhadap karhutla. Kami lakukan hal itu karena karhutla ini merupakan sebuah kejahatan yang berdampak masif atau luas, sehingga kami prioritaskan,” pungkasnya.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK juga telah menyegel 64 lahan perusahaan yang terbakar, 20 diantaranya merupakan perusahaan modal asing dan atau direksinya merupakan Warga Negara Asing (WNA).
Dari 64 perusahaan yang telah dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau penyelidikan tersebut, 8 perusahaan ditingkatkan ke penyidikan serta penyidikan terhadap perorangan telah dinyatakan lengkap (P.21).
Kasubdit Pemulihan Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Muhammad Askary menjelaskan, upaya pencegahan karhutla juga dilakukan sejak hulu, dengan perbaikan tata kelola gambut.
Ia menjelaskan, bahwa gambut memiliki karakteristik khusus, yaitu mengandung 90 persen air dan memiliki kedalaman yang beragam bahkan hingga 20 meter. Jika kondisi gambut dikeringkan kemudian dibakar, maka ruas atas bisa saja padam tetapi di dalamnya masih membara.
“Oleh karena itu, pencegahan karhutla dengan tetap menjaga gambut tetap basah harus dijadikan prioritas, selain terus dilakukannya penegakan hukum,” tegas Askary.
Upaya lain yang harus dilakukan, tambahnya, yaitu dengan revegetasi lahan gambut dengan vegetasi ekosistem gambut, seperti Ramin, Gelam, Pulai, Jelutung, dan lainnya.
“Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga perlu ditingkatkan, karena tidak sedikit perekonomian masyarakat yang berasal dari lahan gambut,” pungkas Muhammad Askary.
Berita: Mh | Foto: Istimewa/Humas