Hukum

Kapolri Sebut Masalah Kekerasan Bersenjata di Papua Soal Kesejahteraan

Jakarta |
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) beberapa waktu lalu melakukan aksi pembunuhan terhadap para pekerja proyek jembatan pada jalan Trans Papua di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.

Dinilai oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian, akar masalah utama dari aksi kekerasan tersebut lebih utama karena masalah pembangunan, masalah kesejahteraan.

Menurutnya, dahulu kelompok-kelompok bersenjata itu awalnya lebih banyak di Papua Barat, di daerah Manokwari.

“Tapi dengan pembangunan yang sudah sangat bagus saat ini tidak ada lagi di daerah-daerah itu,” ujar Kapolri dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12).

Disebutkan oleh Tito, memang pembangunan agak terlambat karena kondisi geografis yang sulit, seperti di Pegunungan Tengah dan Pegunungan Tengah bagian barat, mulai dari Puncak Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, kemudian Nduga, daerah pegunungan tengah Yahukimo.

Sedangkan pegunungan tengah bagian barat itu daerah Paniai, Daiyai, Intan Jaya, Dogiyai. “Empat kabupaten itu ditambah dengan di daerah sekitar Timika,” ujarnya.

Kendati demikian, sambung Tito, Presiden Joko Widodo (Jokwoi) sudah memiliki tekad yang sangat kuat untuk membangun pegunungan tengah ini, salah satunya dengan cara membuka akses jalan Trans Papua, yang dari jaman dulu sulit diwujudkan.

“Beliau bertekad untuk itu. Beliau memerintahkan kepada Menteri PUPR untuk bekerja sama dengan semua stakeholder lain, termasuk TNI, Zeni membangun trans Papua itu,” ujar Tito.

Pernah menjadi Kapolda di Papua selama 2 tahun, Tito juga meyakini kerja keras yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun Papua disyukuri oleh masyarakat setempat.

Dijelaskan oleh Tito, terkait aksi kekejaman KKB karena 1 Desember itu adalah hari penting bagi para pelaku, berkaitan dengan masalah pandangan politis sebagai hari ketika Belanda memberikan kemerdekaan kepada kelompok itu.

“Sehingga 1 Desember ini biasanya mereka untuk menunjukkan eksistensi ada saja, mulai dari pengibaran bendera sampai kepada penyerangan oleh kelompok bersenjata. Itu 1 Desember semuanya,” katanya.

Biasanya, lanjut Kapolri, kalau menyerang, yang diserang biasanya aparat. Kalau aparatnya sulit mencari sasaran lemah, sasaran lemahnya itu biasanya pendatang.

Kelompok-kelompok ini, lanjutnya, seringkali mereka tidak sabar, menunjukkan eksistensi, bersenjata, mungkin juga mereka menikmati karena ditakuti, memberikan status sosial bersenjata.

Kapolri menyebutkan, kelompok Edianus Kogoya pada saat Pilkada juga menekan, meminta, memeras kepada pemerintah daerah, kepada pendatang, dan masyarakat lainnya.

Selanjutnya Kapolri mengirimkan pasukan Polri dan TNI Kenyam  Ibu kota aman. “Tapi kelompok ini Edianus Kogoya ini kemudian bergeser berpindah di sekitaran Nduga,” ujar Kapolri.

Saat ini pemerintah mengirimkan tim gabungan Polri dan TNI yang dipimpin langsung oleh Kapolda dan Pangdam. Menurut Kapolri kekuatan mereka tidak banyak sebetulnya, lebih kurang 30 sampai 50 orang dengan 20 pucuk senjata. Karena itu, kekuatan yang dikirim jauh lebih besar.

“Sangat yakin kita sebentar lagi akan bisa kita kendalikan. Persoalannya adalah medan yang berat, hutan dan lain-lain yang luas. Sehingga mereka mungkin akan lari dari satu tempat ke tempat lainnya,” ungkapnya.

Di satu sisi, Kapolri Tito juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Menteri PUPR untuk meningkatkan pengamanan, sehingga pembangunan sesuai dari perintah presiden harus jalan terus.

“Kita akan jalankan terus, kita akan amankan. Dan kami melakukan koordinasi yang lebih intens kepada jajaran Kementerian PUPR,” tukasnya.

Berita: Sigit | Foto: IStimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.