Hindari Konflik, Warga Denpasar Daftarkan dan Sertipikatkan Tanah
Denpasar |
Tak dipungkiri, konflik agraria masih kerap ditemui masyarakat terkait dengan kepemilikan hak atas tanah, baik itu antara orang-perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, hingga badan hukum.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi ataupun meminimalisir terjadinya konflik pertanahan. Tak hanya pemerintah, masyarakat pun selaku pemilik tanah tak ingin konflik itu terjadi.
Seperti yang diutarakan I Ketut Pasek Bagiastra (52), warga Desa Sumerta, Kota Denpasar. Ia merupakan salah satu penerima sertipikat tanah dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang hadir pada kegiatan Sosialisasi Program Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang digelar di Hotel Aston Denpasar, Bali, Senin (21/11).
“Saya pernah mengalami, tanah saya sudah ada sertipikatnya tapi ada yang mengakui tanah itu. Akhirnya saya ajak diskusi, untuk cek bareng-bareng kebenaran surat tanah siapa yang benar,” tutur pria yang akrab disapa Pasek ini.
Setelah melewati proses penyelesaian konflik melalui tahapan mediasi serta melihat histori tanah yang ia miliki, akhirnya konflik yang dihadapi dapat terselesaikan dengan cara yang baik.
“Karena ada missed komunikasi, sempat ada salah nomor katanya, akhirnya dikomunikasikanlah untuk diselesaikan ke BPN,” ujar I Ketut Pasek Bagiastra.
Dari pengalaman yang dialami, I Ketut Pasek Bagiastra merasa tidak nyaman jika memiliki konflik pertanahan. Oleh sebab itu, untuk menghindari terjadinya konflik yang serupa ia merasa wajib mendaftarkan tanahnya untuk kemudian disertipikatkan.
“Saya tidak suka konflik, saya cinta damai. Tidak boleh ambil tanah orang. Karmanya kalau di Bali bisa tujuh keturunan,” lanjutnya.
Ketika ditanya mengenai manfaat sertipikat, Pasek mengaku akan menjaganya dengan sebaik mungkin. Pasalnya, tanah yang ia terima sertipikatnya hari ini merupakan tanah warisan turun-temurun.
“Jadi harus dijaga baik-baik, tidak boleh dijual. Tidak berani juga jual tanah warisan ini, kalau menjual itu artinya menjual keluarga karena leluhur kita di sana,” pungkas I Ketut Pasek Bagiastra.
Berita: Red/Gate | Foto: Ist.