Tidak Bisa Atasi Karhutla, Presiden Ancam Copot Pangdam, Kapolda, Danrem, Hingga Kapolres
Jakarta |
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Gubernur, Pangdam, serta Kapolda untuk berkolaborasi dan bekerja sama dibantu dari Pemerintah Pusat dalam upaya mencegah dan mengatasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Panglima TNI, Kapolri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Restorasi Gambut (BRG), akan mendukung upaya daerah agar karhutla dapat dicegah dan diatasi.
“Usahakan jangan sampai kejadian baru kita bergerak, api sekecil apa pun segera padamkan, kerugian gede sekali kalau kita hitung,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/8).
Diingatkan oleh Presiden Jokowi, bahwa aturan main yang diterapkan untuk Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres tetap sama sebagaimana yang disampaikan tahun 2015 lalu.
“Saya telepon ke Panglima TNI, saya minta dicopot yang tidak bisa mengatasi. Saya telepon lagi mungkin 3 atau 4 hari yang lalu kepada Kapolri dengan perintah yang sama dicopot atau enggak bisa mengatasi yang namanya kebakaran hutan dan lahan,” ucapnya.
Untuk itu, Kepala Negara meminta kepada Pemda, Gubernur, Bupati, Walikota agar saling mendukung dalam mencegah terjadinya karhutla, karena kerugian ekonomi besar sekali.
“Jadi Pak Panglima Pak Kapolri, saya ingatkan lagi masih berlaku aturan main kita. Aturannya simpel saja kan, karena saya engga bisa nyopot Gubernur, engga bisa nyopot Bupati atau Walikota, jangan sampai ada yang namanya status siaga darurat, jangan sampai, ada api sekecil apapun segera diselesaikan sudah,” ucapnya.
Jokowi mengingatkan, masing-masing punya infrastruktur organisasi sampai ke bawah, di desa ada Kamtibmas ada Babinsa ada semuanya. “Mestinya itu begitu muncul kecil ketahuan dulu,” katanya.
Menurut Jokowi, perlunya disampaikan kembali aturan main itu karena mungkin ada Kapolda, Pangdam, Danrem, serta Kapolres yang baru menjabat yang belum tahu aturan mainnya.
“Aturan mainnya tetap, jangan meremehkan adanya hotspot. Jika api muncul langsung padamkan, jangan tunggu sampai membesar. Saya nggak perlu segera bicara banyak-banyak karena semua sudah tahu lah cara menanganinya seperti apa, cara pencegahannya seperti apa, nggak perlu kita ulang-ulang,” tutur Presiden.
Jadi, sambung Jokowi, yang pertama prioritaskan pencegahan melalui patroli terpadu deteksi dini sehingga kondisi harian di lapangan selalu termonitor, selalu terpantau.
Kedua, penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut, kalau musim panas di cek bener dan harus dilakukan secara konsisten, tinggi permukaan air tanah gambut agar tetap basah dijaga terus terutama di musim kering.
Kemudian yang ketiga sesegera mungkin pemadaman api kalau memang ada api. Jangan biarkan api itu membesar, langkah-langkah water bombing yang kalau sudah terlanjur gede itu juga tidak mudah, tapi memang harus dilakukan kalau api sudah besar.
“Terakhir saya minta langkah-langkah penegakan hukum, saya lihat ini sudah berjalan cukup baik, saya pantau, saya monitor di lapangan dilakukan tanpa kompromi,” ucapnya.
Disebutkan oleh Jokowi, dirinya mengaku malu di Malaysia dan Singapura, masalah kebakaran hutan dan lahan ini sudah menjadi headlinemedia. “Hati-hati malu kita kalau enggak bisa menyelesaikan ini,” tegasnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi pernah menyebutkan, bahwa kebakaran hutan dan lahan sering terjadi di hampir semua provinsi.
Pada tahun 2015 lalu, kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan ini mencapai Rp221 trililun dan mencakup 2,6 juta hektar.
Sedangkan pada tahun 2018, angka tersebut telah berhasil diturunkan hingga mencapai 81 persen. Namun ada kecenderungan jika tahun angka angka kebakaran hutan dan lahan menunjukkan gejala kenaikan.
“Ini naik lagi, ini yang tidak boleh. Harusnya tiap tahun turun, turun, turun, turun, turun, turun,” kata Presiden Jokowi Jokowi seraya mengatakan, bahwa memang diakui menghilangkan total kebakaran hutan dan lahan memang sulit.
Disatu sisi Jokowi menekankan, karhutla harus ditekan turun, dan yang paling penting pencegahan, jangan sampai api sudah membesar baru bingung. “Menanggulangi kalau udah gede apalagi di hutan gambut, sangat sangat sulit sekali padamnya,” tuturnya lagi.
Presiden Jokowi mengaku telah menelepon sejumlah pejabat pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah kebakaran hutan yang kini mulai marak terjadi di sejumlah daerah.
Sewaktu mengunjungi Kampung Adat Batu Persidangan, di Kampung Huta Siallagan, Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Rabu (31/7) silam, Kepala Negara mengaku sudah menghubungi BNPB, Panglima, Kapolri untuk segera diselesaikan, di Riau, di Palangkaraya.
Soal adanya kemungkinan diperlukannya pesawat khusus untuk pemadaman kebakaran hutan itu, Jokowi menilai masih belum perlu, karena kemungkinan bisa diatasi dengan helikopter.
Siagakan Helikopter
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, menyampaikan, personel gabungan bekerja keras untuk melakukan pemadaman dan pendinginan hingga Senin (29/7).
Personel tersebut merupakan bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Darat berasal dari unsur TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api, dan kementerian atau lembaga.
“Total personel gabungan berjumlah 5.929 personel yang tersebar di 5 provinsi, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah masing-masing berjumlah 1.512 personel, sedangkan Kalimantan Barat berjumlah 1.395 personel,” jelas Agus, dalam siaran persnya bulan Juli lalu.
Ditambahkan oleh Agus, upaya Satgas Darat didukung oleh operasi udara di bawah kendali Satgas Udara. Menurutnya, jumlah tersebut belum mencakup dukungan dari pihak swasta, seperti APP Sinar Mas yang berkekuatan 3.180 personel tersebar di 5 provinsi.
Menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut, sambung Agus, helikopter disiagakan di empat provinsi, yaitu Riau 17 helikopter, Sumatra Selatan 3, Kalimantan Barat 6 dan Kalimantan Tengah 7.
“Helikopter yang ditempatkan di Riau merupakan dukungan dari BNPB 7 unit, KLHK 1, swasta 8, dan TNI 1. Sedangkan total air yang digunakan untuk pemadaman dan pendinginan sejumlah 61.066.300 liter untuk semua wilayah terdampak,” jelas Plh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB itu.
Selain armada helikopter, satuan tugas udara didukung pesawat untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC). Operasi ini dimaksudkan untuk memicu terjadinya hujan di wilayah-wilayah yang papar hotspot dengan menebarkan garam di awan potensial.
Perkembangan per 29 Juli 2019 pukul 16.00 WIB, terjadinya kebakakaran lahan bakar di Riau seluas 27.683,47 ha.
Berita: Sigit | Foto: Istimewa/Ilustrasi