Temuan 7 Remaja Tewas di Kali Bekasi, DPD LPHI Jabar Minta Polisi Segera Usut Tuntas
Jakarta |
Masyarakat sempat dihebohkan dengan penemuan tujuh jenazah di Kali Bekasi, Kota Bekasi, pada hari Sabtu (21/9) lalu.
Ketujuh jenazah tersebut kini berada di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk menjalani proses identifikasi dan autopsi.
Penemuan yang masih menjadi misteri tersebut memicu spekulasi dan menjadi perhatian di kalangan masyarakat, diantaranya aktivis organisasi dan lembaga di tanah air.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Peduli Hukum Indonesia (DPD LPHI) Jawa Barat (Jabar) Teguh Fitrianto Widodo mengatakan, kepolisian dalam hal ini Polresta Bekasi Kota dan Polda Metro Jaya harus segera mengusut tuntas peristiwa tewasnya tujuh remaja tersebut.
“Demi menjaga kepercayaan masyarakat kepada lembaga penegak hukum, pihak kepolisian perlu bekerja ekstra keras untuk segera mungkin menjawab semua pertanyaan yang berkembang di masyarakat luas,” ujarnya, di Kota Depok, Jabar, Jum’at (27/9).
Dikatakan oleh Teguh, bahwa polisi perlu menjadikan peristiwa ini sebagai prioritas dan segera menyampaikan ikhwal yang sebenarnya terjadi, yang mengakibatkan tewasnya tujuh remaja tersebut.
Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai Advokat tersebut menyampaikan bahwa belakangan di masyarakat beredar persepsi-persepsi simpang siur yang membutuhkan penjelasan yang selurus-lurusnya dari pihak kepolisian.
“Apa penyebab dan bagaimana ketujuh orang itu bisa meregang nyawa dan mengambang di Kali Bekasi. Masyarakat khususnya keluarga korban perlu penjelasan dari pihak berwajib,” tuturnya.
Ketua Ketua DPD LPHI Jabar tersebut mengutarakan, bahwa apabila kepolisian tidak mampu menjawab pertanyaan itu dengan segera dan dengan sejujur dan sesuai fakta, bisa berpotensi memunculkan praduga-praduga.
“Muaranya akan berimbas pada nama baik dan tingkat kepercayaan pada lembaga kepolisian itu sendiri. Jangan biarkan para keluarga korban semakin menderita menunggu keadilan atas tewasnya anggota keluarga mereka,” tegasnya.
Disatu sisi, Teguh Fitrianto Widodo juga mempertanyakan kebijakan kepolisian yang tidak memberi kesempatan pertama kepada keluarga korban yang ingin melihat mayat para korban tersebut.
Menurutnya, jika alasan kehadiran keluarga korban untuk bisa mempengaruhi objektivitas pengidentifikasian, alasan tersebut semestinya tidak bisa diterima. Sebab, kata Teguh, ahli Disaster Victim Identifikation (DVI) bisa tetap melakukan penelitian sesuai ilmu yang mereka punya, tanpa memperhatikan kehadiran keluarga.
Teguh menggarisbawahi, sekiranya lebih bijak kira apabila keluarga didampingi pihak kepolisian dapat kesempatan untuk melihat sekaligus jika memungkinkan mengenali anggota keluarganya, tanpa sepengetahuan petugas medis yang melakukan identifikasi.
“Saya kira kehadiran keluarga tidak akan mengintervensi hasil penelitian tim identifikasi. Mereka bisa tetap melakukan tugasnya tanpa pengaruh keterangan keluarga,” terangnya.
Dirinya juga menambahkan, adanya pelarangan anggota keluarga melihat kondisi korban, justru bisa memicu kecurigaan-kecurigaan dan mengurangi kepercayaan atas kinerja kepolisian dan tim identifikasinya.
“Ada apa, koq tidak boleh melihat korban? Adakah sesuatu yang disembunyikan? Pertanyaan seperti itu akan mengelayuti hati dan perasaan orang tua atau keluarga korban,” ucapnya.
Menurut Teguh, Justru bila pihak keluarga dituntun untuk melihat kondisi korban, akan membesitkan keyakinan, bahwa pihak kepolisian telah bekerja secara profesional, jujur dan terbuka serta tidak ada yang ditutupi.
“Orang tua atau keluarga korban akan merasa lega. Jika memang penyebab meninggal itu adalah kecelakaan dalam arti karena tercebur ke dalam sungai, kepolisian lebih baik terbuka, sehingga keluarga bisa ikhlas menerima kenyataan,” pungkasnya.
Berita: Red/Mh | Foto: Ist./Dok.