RI dan Rusia Sepakat Imbal Beli SU-35
Jakarta |
Pemerintah Republik Indonesia dan Rusia sepakat melakukan imbal beli dalam pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) berupa pesawat tempur Sukhoi SU-35 yang dibutuhkan oleh Kementerian Pertahanan Indonesia.
Nilai pembelian SU-35 yang mencapai USD 1,14 miliar ini memberikan potensi ekspor ke Rusia bagi Indonesia sebesar 50% dari nilai pembelian tersebut, atau senilai USD 570 juta.
Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk membeli pesawat SU-35 dari Rusia dengan nilai USD 1,14 miliar. Pembelian pesawat ini untuk menggantikan pesawat F-5 guna meningkatkan pertahanan dan keamanan di dalam negeri.
Dalam UU No.16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pada pasal 43 ayat 5 (e) dinyatakan bahwa setiap pengadaan Alpalhankam dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset minimal 85persen dimana Kandungan lokal dan atau ofset paling rendah 35 persen.
Karena pihak Rusia hanya sanggup memberikan ofset dan lokal konten sebesar 35 persen, maka Indonesia menegaskan kembali bahwa pembelian SU-35 ini dibarengi dengan kegiatan imbal beli yang nilainya 50 persen nilai kontrak.
Pemerintah Indonesia membeli SU-35 dari Rusia dan Rusia sebagai negara penjual berkewajiban membeli sejumlah komoditas ekspor Indonesia.
Dengan skema imbal beli tersebut, Indonesia mendapat potensi ekspor sebesar 50% dari nilai pembelian SU-35. Persentase dalam pengadaan SU-35 ini yaitu 35 persen dalam bentuk ofset dan 50% dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar USD 570 juta dari USD 1,14 miliar pengadaan SU-35.
Kesepakatan ini ditandatangani pada 10 Agustus 2017, saat pelaksanaan Misi Dagang ke Rusia yang dipimpin oleh Mendag. Pemerintah Rusia dan Indonesia sepakat menunjuk Rostec dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai pelaksana teknis imbal beli tersebut.
Dalam MoU tersebut Rostec menjamin akan membeli lebih dari satu komoditas ekspor, dengan pilihan berupa karet olahan dan turunannya, CPO dan turunannya, mesin, kopi dan turunannya, kakao dan turunannya, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furnitur, kopra, plastik dan turunannya, resin, kertas, rempah-rempah, produk industri pertahanan, dan produk lainnya.
Dengan imbal beli ini, Indonesia dapat mengekspor komoditas yang sudah pernah diekspor maupun yang belum diekspor sebelumnya.
Pihak Rostec juga diberikan keleluasaan untuk memilih calon eksportir sehingga bisa mendapatkan produk ekspor Indonesia yang berdaya saing tinggi. Mekanisme imbal beli ini selanjutnya menggunakan working group yang anggotanya berasal dari Rostec dan PT PPI.
Pada periode Januari-Juni 2017, nilai ekspor komoditas Indonesia yang masuk kategori produk dalam perjanjian imbal beli adalah CPO dan turunannya sebesar USD 202,47 juta, mesin-mesin USD 218,82 juta, biji kopi USD 33,4 juta, produk tekstil USD 22,76, alas kaki USD 19,13 juta, karet olahan USD 17,47 juta, CCO dan turunannya USD 17,42 juta, kakao olahan USD 13,47 juta, teh olahan USD 7,55 juta, plastik dan produk plastik USD 6,32 juta (termasuk resin), kertas USD 5,6 juta, makanan olahan USD 5,23 juta, buah-buahan olahan USD 4,72 juta, furnitur USD 3,41 juta, rempah-rempah USD 1,82 juta, ikan olahan USD 0,88 juta, furnitur lainnya USD 0,52 juta, rempah-rempah olahan USD 0,21 juta, teh USD 0,19 juta, dan buah-buahan yang nilainya masih di bawah USD 10 ribu.
Penunjukan pihak ketiga ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.28/M-DAG/PER/5/2017 pasal 9. Melalui Keputusan Menteri Perdagangan No.724/M-DAG/KEP/5/2017 Kemendag juga menunjuk PT. PPI sebagai pelaksana.
Untuk itu, PT PPI bertugas mewakili pemerintah Indonesia untuk menegosiasikan jenis barang dan nilai ekspor dengan Perusahaan Pemasok; menyediakan jenis Barang Ekspor Indonesia yang akan dipilih untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli oleh Perusahaan Pemasok; melakukan kegiatan eksportasi Barang Ekspor Indonesia ke Negara pemasok luar negeri, Negara asal barang, atau Negara ketiga; dan melaporkan pelaksanaan kewajiban Imbal Beli kepada Kemendag.
Rusia adalah mitra dagang Indonesia ke-24 pada tahun 2016. Nilai total perdagangan IndonesiaRusia tahun 2016 tercatat USD 2,11 miliar, dan Indonesia mendapat surplus USD 410,9 juta yang seluruhnya berasal dari surplus sektor nonmigas. Ekspor nonmigas Indonesia tercatat USD 1,26 miliar, sedangkan impor nonmigas Indonesia dari Rusia tercatat USD 850,6 miliar. Adapun perkembangan ekspor nonmigas Indonesia ke Rusia tahun 2012-2016 tercatat positif 8,5%.
Dasar Hukum Imbal Beli
Selain diatur dalam UU No.16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan Dan Keamanan Dari Luar Negeri, pada pasal 8 dinyatakan imbal dagang dalam pengadaan Alpalhankam dari luar negeri dilakukan melalui barter dan/atau imbal beli. Sedangkan di pasal 9 ayat (2) dinyatakan komponen imbal dagang meliputi barang dan/atau jasa Industri Pertahanan, barang industri manufaktur, dan/atau produk lainnya yang berdampak posistif bagi perekonomian nasional.
Sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor yang diubah dengan Permendag No. 28/M-DAG/PER/5/2017 menyatakan bahwa pengadaan barang pemerintah yang berasal dari impor dengan nilai tertentu dan/atau berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib dilaksanakan melalui imbal beli. Jenis dan nilai barang serta persentase kewajiban imbal beli ditentukan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan usulan dari K/L terkait.
Dalam Permendag tersebut, perusahaan pemasok yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam pengadaan barang pemerintah asal impor wajib mengekspor Barang Ekspor Indonesia senilai atau sepadan dengan nilai kewajiban Imbal Beli Pengadaan Barang pemerintah asal Impor. Pelaksanaan ekspor Barang ekspor Indonesia harus dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
Apabila Perusahaan Pemasok/Perusahaan Pihak Ketiga tidak dapat merealisasikan Ekspor untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli, maka akan dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar denda sebesar 50% dari nilai kewajiban Imbal Beli yang belum direalisasikan. Perusahaan Pihak Ketiga harus menyampaikan laporan realisasi ekspor secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli baik terealisasi maupun tidak terealisasi. ***
Sumber: Kemhan | Foto: Istimewa