Pelaku Perusak Hutan Lindung Lubuk Besar Bangka Dituntut Pidana Berlapis
Jakarta |
Seorang pelaku perambahan dan perusakan lingkungan dikawasan Hutan Lindung (HL) Lubuk Besar Bangka Tengah berinisial AZ (44), dituntut pidana berlapis atas perbuatannya.
AZ dituntut dengan menggunakan Undang-Undang (UU) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (PPLH) serta Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
Hal ini menjadi peristiwa pertama kalinya bagi penyidik kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan penegakan hukum pidana multidoor atau pidana berlapis.
Nantinya AZ bakal disidangkan atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang perlindungan lingkungan hidup dan tindak pidana pertambangan tanpa izin dikawasan hutan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dalam siaran persnya, Minggu (28/6), Humas KLHK merilis Kepala Penyidik Tindak Pidana Perambahan Hutan Gakkum KLHK Supartono mengatakan, bahwa tersangka AZ disidik oleh Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Pidana KLHK.
“Barang bukti dan tersangka AZ terkait pertambangan ilegal kawasan hutan telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung dan Kejari Bangka Tengah pada tanggal 4 Juni 2020. Untuk itu, kasus Saudara AZ segera akan disidangkan,” ujarnya.
Supartono menegaskan bahwa AZ dijerat dengan Pasal 89 ayat 1 huruf a jo Pasal 94 ayat 1 huruf a UU Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Atas pelanggaran ini, AZ diancam pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar rupiah dan paling banyak Rp 100 miliar rupiah,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Seksi III Gakkum KLHK Wilayah Sumatera Harianto di Palembang mengatakan bahwa tersangka AZ juga disidik oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sumatera AZ terkait perusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan illegal di kawasan HL Lubuk Besar.
Menurutnya, atas kejadian ini AZ dijerat dengan Pasal 98 ayat 1 dan atau Pasal 99 ayat 1 Jo Pasal 69 ayat 1 huruf a UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait dengan perusakan lingkungan hidup.
“Atas pelanggaran ini, Saudara AZ diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar rupiah,” terangnya.
Harianto menambahkan bahwa tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan pada tanggal 25 Juni 2020, selanjutnya kasus AZ segera untuk disidangkan.
“Penindakan pidana berlapis ini diharapkan akan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan perusakan lingkungan, perusakan hutan, dan pertambangan illegal,” harapnya.
Disamping dijerat kedua UU tersebut, sambung Harianto, pertambangan illegal yang dilakukan oleh AZ dapat dipidana juga berdasarkan Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukum maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 milyar rupiah.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono menegaskan, bahwa pihaknya berharap agar majelis hakim dapat menghukum pelaku seberat-beratnya untuk memberikan efek jera.
“Kami juga sedang mendalami pelaku-pelaku lainnya. Kami melihat bahwa Saudara AZ tidak bekerja sendirian,” jelasnya. Pengenaan pidana berlapis multidoor ini, lanjut Sustyo, merupakan langkah bersejarah dalam penegakan hukum sumberdaya alam di Indonesia.
Diungkapkan Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK itu, bahwa ini pertama kalinya seorang tersangka dikenakan pidana berlapis dengan menggunakan lebih dari satu UU. Ditegaskannya pelaku akan dihukum berat karena menggunakan lebih dari satu UU.
“Penerapan multidoor ini akan kami kembangkan untuk penindakan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan lainnya, termasuk penegakan hukum tindak pidana pencucian uang,” pungkas Sustyo Iriyono.
Berita: Red | Foto: Istimewa