Mengembalikan Kesaktian Pasar Tradisional
Oleh: DR. IGN Yogi S. S.Sos. MS
TUMPUAN ekonomi kerakyataan masih dipegang oleh pedagang pasar tradisional. Untuk itu perlu konsistensi pemerintah dalam membina dan menata pasar tradisional sebagai nadi perekonomian rakyat. Pasar tradisional harus menjadi pondasi perekonomian nasional, karena pasar tradisional tidak terkena dampak dari gejolak ekonomi dunia.
Terbukti pada tahun 1998 pun, para pedagang pasar merupakan pelaku usaha yang tangguh dan mampu bertahan dari terpaan krisis moneter saat itu. Saat ini, Indonesia mengalami gangguan perekonomian akibat pelemahan ekonomi dunia.Tetapi tidak terlalu berdampak kepada ekonomi kerakyatan, seperti yang dilakukan pedagang tradisional.
Karenanya, semua pihak harus berkomitmen menjaga dan menggalakkan kegiatan pasar tradisional, karena ekonomi yang dibangun lewat pasar tradisional seperti ini tidak terpengaruh atau tidak terganggu oleh gejolak ekonomi dunia.
Pedagang pasar tradisional harus direspon karena mereka dengan situasi kondisi seperti ini mereka eksis. Kunci pasar tradisional adalah bersih dan higienis. Kalau bersih dan sehat pasti akan didatangi oleh pembeli. Pedagang pasar tradisional ini adalah pondasi ekonomi sebuah bangsa dan kita harus bangga dengan para pedagang ini.
Maka, pasar harus dirancang dengan baik agar memberikan nilai tambah bagi pedagangnya dan bagi para pelakunya. Mari bersama-sama membangun pemerataan ekonomi, salah satunya dengan pemberdayaan pasar tradisional.
Stabilitas makro ekonomi adalah salah satu kunci yang menjadi pondasi ekonomi yang kuat. Pemerintah terus berusaha menyelesaikan masalah struktural, tapi hal ini pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Pertumbuhan ekonomi penting bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, tapi ekonomi kita harus dibangun dengan pondasi yang kuat. Oleh karena itu, tantangan yang sebenarnya adalah bagaimana menyeimbangkan keinginan-keinginan yang berbeda.
Misalnya, mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi yang dapat menciptakaan lapangan kerja, serta mengentaskan kemiskinan, namun di sisi lain kita harus menjaga stabilitas makro ekonomi agar ekonomi dapat tangguh untuk berdiri atau bertahan dari berbagai tekanan, baik eksternal dan internal.
Pemerintahan saat ini tengah berusaha untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki Indonesia. Harus diyakini, selama lima tahun ke depan, reformasi struktural akan lebih jauh didorong untuk membuat Indonesia menjadi lebih menarik bagi kedua investor, baik domestik maupun internasional.
Menghadapi persaingan tidak sehat antara pasar rakyat dan pasar modrn, pemerintah tak tinggal diam. Pemerintah ingin mengembalikan kesaktian pasar sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Lahirlah sebuah kebijakan pemerintah terkait dengan pasar tradisional yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional. Dengan adanya kebijakan ini, pasar tradisonal yang becek, kotor dan kumuh ini mulai ditata.
Penataan ulang ini pun membuat minat para pengunjung pasar tradisional meningkat sehingga terselamatkanlah nilai-nilai budaya yang tersimpan di pasar tradisional.
Revitalisai pasar tidak bertjuan untuk menjatuhkan pasar modern tetapi lebih condong ke arah perkembangan yang serasi antara pasar modern dan pasar tradisional sehinggga kedua pasar tersebut dapat tumbuh berkembang bersama.
Pemerintah Indonesia telah menjadikan revitalisasi pasar sebagai program untuk meningkatkan peran pasar tradisional di sejumlah daerah. Targetnya, menyelesaikan revitalisasi 1.000 pasar rakyat yang menelan anggaran Rp 2,386 triliun pada tahun 2015. Kegiatan ini berlanjut dalam lima tahun sehingga 5.000 pasar bisa direvitalisasi.
Presiden Joko Widodo saat meluncurkan Program Revitalisasi 5.000 Pasar Rakyat 2015-2019 pada pertengahan 2015, mengatakan, untuk tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp1,075 triliun untuk merevitalisasi 675 pasar.
Melalui APBNP, pemerintah telah menambah alokasi anggaran senilai Rp 1,311 triliun untuk merevitalisasi 325 pasar, sehingga untuk merevitalisasi 1.000 pasar yang menjadi target tahun ini butuh total anggaran senilai Rp 2,386 triliun.
Terhitung pertengahan tahun ini, jumlah pasar rakyat di Indonesia sebanyak 9.559 unit dengan jumlah kios 1.722.071 unit dan jumlah pedagang 2.639.633 orang. Pemerintah menargetkan akan merevitalisasi 5.000 pasar, dengan rincian 1.000 pasar tiap tahun hingga 2019.
Tahun depan pemerintah akan melipatgandakan anggaran untuk merevitalisasi pasar tradisional agar mampu bersaing dengan pasar modern. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Usman berpendapat pemerintah perlu membuat kebijakan tentang pengembangan pasar tradisional di daerah untuk memperkuat perekonomian rakyat. Adanya pasar itu juga mendorong peningkatan potensi pelaku usaha kelas pasar tradisional di daerah.
Pasar tradisional merupakan pusat ekonomi rakyat yang menjadi penyangga perekonomian nasional, sehingga harus terus dijaga stabilitas dan posisinya untuk menjadikan pasar tradisional sebagai garda terdepan ekonomi rakyat di daerah masing-masing.
Bahkan, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Oesman Sapta Odang menilai, Indonesia harus membangkitkan pasar-pasar daerah lebih dulu ketimbang fokus menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku pada awal 2016.
Indonesia membutuhkan infrastruktur pasar di daerah sebagai tempat memasarkan produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah merevitalisasi pasar tradisional selama ini dinilai masih lebih menekankan pada perbaikan (renovasi) fisik bangunan pasar.
Hal itu masih sangat jarang yang disertai dengan pembangunan kelembagaan seperti mengembangkan organisasi pengelola dan pembina pasar tradisional, termasuk di dalamnya pengembangan sistem manajemen pasar beserta sumber daya manusia yang terlibat serta pedagang pasar.
Sebuah laporan menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman empiris di banyak kabupaten dan kota, setelah dilakukan renovasi atau pembangunan kembali bangunan pasar selama kurun waktu tiga hingga lima tahun kemudian, bangunan pasar yang telah direnovasi atau dibangun kembali beserta pengelolaan pasarnya tampak kembali semrawut.
Terlebih lagi, setelah direnovasi atau pembangunan kembali bangunan pasar, kegiatan perawatan atau pemeliharaan sangat minimal dilakukan dengan alasan keterbatasan anggaran daerah. Ini merupakan tantangan yang harus dicarikan solusi.*
*Penulis adalah Budayawan, Sosiolog dan Pemerhati Media