Kolonel Bambang Santoso: Pemimpin yang Baik Ciptakan Pemimpin-Pemimpin Baru
Tumbuh dan berkembang di lingkungan sang ayah berdinas kala itu, Lapangan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh di Kota Malang, Jawa Timur, membuat Bambang Santoso awalnya ingin menjadi seorang penerbang.
Denpasar |
Namun putera dari seorang Sersan Angkatan Udara dengan pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Lettu) itu ditakdirkan menjadi prajurit Angkatan Darat di tahun 1984.
Bergabung bersama TNI AD bahkan mewujudkan impiannya untuk bergabung bersama para senior yang lebih dulu menjalani pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
“Sudah ada beberapa orang kakak kelas saya yang sudah lebih dahulu menjadi senior di AKABRI, mereka semua menjadi inspirasi bagi saya untuk bisa berhasil mengikuti pendidikan disana,” ujar Bambang Santoso kepada sandimerahputih.com, di Denpasar, Bali, Selasa (23/6).
Pria kelahiran Kota Yogyakarta tahun 1965 itu menyebutkan beberapa nama senior yang menjadi panutan sewaktu mengenyam pendidikan di AKABRI dan lulus di tahun 1988.
“Pertama adalah Mayjen TNI (Pur) Nunu Nugroho, yang kedua Kolonel CBA Eddy, yang ketiga Mayjen TNI Nurcahyanto, dan yang keempat adalah Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto” papar Bambang.
Lulusan Sekolah Tinggi Theologi IKAT dengan gelar lengkap Dr Bambang SA SH MA MTh PHd itu memulai karir militer sebagai perwira pertama (pama) di Jajaran Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat atau KOSTRAD.
“Tahun 1984 saya mendapat kesempatan untuk bergabung dengan AKABRI dan lulus tahun 1988 dan memulai pengabdian saya kepada negara dan bangsa ini,” ujar pria yang kini telah menyandang pangkat Kolonel.
Anak 5 bersaudara dari pasangan Peltu E Retkso Wardoyo dan Soeminah itu mengisahkan ketika mengalami kenaikan pangkat dan dilantik menjadi Kolonel di tahun 2012 silam.
“Saat itu saya telepon bapak dan ibu. Saya katakan kepada mereka bahwa yang luar biasa ini bukan saya, tetapi bapak dan ibu yang telah mempersiapkan saya untuk bisa menerima anugerah ini,” kenangnya.
Bambang menegaskan, dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa, dirinya hingga hari ini selalu teringat pesan yang disampaikan oleh almarhum sang ibunda kepadanya. “Ibu saya selalu berpesan, lek (nak) jadilah pelayan yang baik dan selalu rendah hati,” ucapnya menirukan wasiat dari keramatnya itu.
Dijelaskannya, bahwa pangkat yang dicapai hari ini tidak semata diraih dengan mudah. Peraih medali tanda jasa United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) itu sebelumnya pernah mengikuti seleksi untuk bertugas menjadi pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di tahun 1992.
“Saya berangkat akhir tahun 1992 sampai dengan akhir tahun 1993 sebagai Pasukan PBB yang tergabung dalam GARUDA 12C di Kamboja,” ucap ayah dari dua orang putera bernama Eric dan Joshua itu.
Diakui oleh Bambang, bahwa pengalaman bertugas dengan pasukan PBB saat itu merupakan suatu anugerah baginya. “Kita dapat mengenal pasukan PBB dari negara lain, dimana kita dapat mengetahui ragam budaya mereka,” ungkapnya.
Menurut Bambang, sewaktu dirinya sedang ditugaskan di negara Kamboja saat itu nama kontingen perdamaian Indonesia atau Pasukan GARUDA 12 dikenal begitu harum di forum PBB.
“Tersohornya nama Pasukan GARUDA 12 membuat negara lain sangat ingin mengetahui apa saja yang selama ini dilakukan oleh pasukan kita,” terang pria yang cukup fasih berbahasa Inggris itu.
Saat ini Kolonel Bambang Santoso bertugas di Bandung, Jawa Barat dengan jabatan perwira menengah (pamen) Staf Ahli Bidang Personalia Direktorat Ajudan Jenderal Angkatan Darat (Pamen Sahli Bidang Pers Ditajenad) sejak tanggal 8 Juni 2020.
Sebelum dipindahtugaskan ke Bandung, suami dari Nyonya Esther Wiwik itu pernah berdinas sebagai pamen khusus di Pulau Dewata Bali dan menjabat Kepala Ajudan Jenderal Daerah Militer (KaAjendam) di Satuan Ajendam IX/Udayana sejak bulan Juni 2019.
Dipercayakan di tempat tugas baru, Kolonel Bambang bersama jajarannya akan bekerja dengan menjalin kekompakan serta penuh pengabdian dan tanggungjawab sesuai motto yang dipegang teguhnya, yaitu “pemimpin yang baik tidak menciptakan pengikut, mereka menciptakan pemimpin-pemimpin baru”.
Berita: Sigit | Foto: Istimewa