JAM-Pidum: Penegakan Hukum di Indonesia Beralih ke Paradigma Modern
Jakarta |
Paradigma penegakan hukum di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan. Pendekatan yang bersifat retributive atau fokus pada hukuman, telah beralih ke paradigma modern yang restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
Hal tersebut dipaparkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana, dalam acara Studium Generale yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Borobudur, di Aula Sidang Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (14/9).
Menurutnya perubahan tersebut merupakan upaya untuk menciptakan sistem hukum yang tidak hanya menekankan kepastian hukum, tetapi juga menjunjung tinggi keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Penegakan hukum yang hanya berfokus pada hukuman tidak lagi relevan. Kami ingin menciptakan sistem yang menjaga harkat martabat manusia dan mampu mengembalikan harmoni dalam masyarakat,” ujarnya, seraya menekankan pentingnya sistem hukum yang lebih manusiawi.
Lebih lanjut JAM-Pidum Asep Nana Mulyana juga memaparkan pentingnya penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (ICJS) untuk meningkatkan koordinasi dan transparansi antar lembaga hukum di Indonesia.
“Dengan ICJS, setiap tahap dalam proses hukum akan berjalan lebih efisien dan transparan, sehingga keadilan dapat ditegakkan dengan lebih baik,” tegasnya.
Dalam kegiatan yang bertemakan ‘Paradigma Baru Penegakan Hukum Menuju Indonesia Emas’, JAM-Pidum Asep Nana Mulyana menguraikan arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024.
“RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 menitikberatkan pada supremasi hukum yang berlandaskan pada hak asasi manusia, kepastian, keadilan, dan kemanfaatan,” ungkapnya.
JAM-Pidum juga menyoroti pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) yang tidak hanya berfungsi untuk memulihkan keadaan tetapi juga menghemat keuangan negara.
Dirinya mencontohkan bagaimana pendekatan ini menghindari kasus seperti Kakek Samirin dan Nenek Minah yang terjadi beberapa tahun silam.
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 juga telah mengakomodir pemidanaan alternatif yang bersifat restoratif, korektif, dan rehabilitatif,” tutup JAM-Pidum Asep Nana Mulyana, sembari mengajak seluruh peserta untuk mendukung paradigma baru ini demi mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis, diikuti oleh 100 peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, dan mahasiswa.
Berita: Red/Gate 13 | Foto: Ist./Puspenkum