Akreditasi Situs Jurdil2019.org Dicabut, Ini Alasan Bawaslu
Jakarta |
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akreditasi salah satu lembaga pemantauan Pemilu situs jurdil2019.org yang dikelola oleh PT PAT, dengan alasan telah bersikap tidak netral.
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan, sebagai
pemantau Pemilu yang telah tercatat di Bawaslu seluruh lembaga pemantau Pemilu
harus bersikap netral dan tidak memihak.
Fritz menjelaskan, bahwa terhadap fakta tersebut kegiatan PT PAT dapat
diskualifikasi sebagai perbuatan yang memenuhi larangan dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 huruf j dan k, Pasal 21 huruf a, c dan e,
dan pasal 26 ayat 2 Perbawaslu nomor 4 tahun 2018.
“Oleh karenanya Bawaslu berwenang untuk mencabut akreditasi sebagai pemantau pemilu dan meminta kepada instansi yang berwenang untuk menutup website Jurdil2019.org,” sebutnya dilansir situs bawaslu.go.id, Selasa (23/4).
Menurut Fritz, indikasi ketidaknetralan PT PAT Fritz bisa terlihat aplikasi jurdil2019.org memuat simbol pendukung salah satu pasangan calon (paslon).
“Dari fakta tersebut Bawaslu menilai PT Prawedanet Aliansi Teknologi telah menyalahgunakan sertifikat akreditasi nomor 063 Bawaslu 4/2019 yang dikeluarkan Bawaslu,” ujarnya saat memberikan keterangan pers di Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa (23/4).
Dijelaskan juga oleh Fritz, bahwa setifikat tersebut hanya dapat digunakan oleh PT PAT dengan tujuan pemantauan Pemilu. Sedangkan melakukan dan mempublikasikan hasil quick count merupakan kegiatan survei yang hanya boleh dilakukan oleh lembaga survei yang telah terdaftar di KPU.
“Akan tetapi, pada faktanya PT PAT telah melakukan quick count dan mempublikasikan hasil quick count tersebut melalui bravos radio dan situs jurdil2019.org,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa setiap warga negara berhak berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu. Hal itu, sebagai wujud ekspresi dan hak konstitusional warga negara.
“Namun demikian, Undang-undang Pemilu memberikan pembatasan terhadap partisipasi masyarakat tersebut demi menjamin tertib hukum proses pemilu, agar tercipta kepastian hukum penyelenggaraan Pemilu,” sebutnya.
Salah satu bentuk pembatasan terhadap partisipasi pengawasan dan pemantauan tersebut, lanjut Fritz, harus terlebih dahulu mendapatkan akreditasi dari Bawaslu.
“Bawaslu sebagai satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang Pemilu untuk menyelenggarakan pengawasan pemilu,” ujarnya.
Sementara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Samuel Abrijani Pangerapan mengungungkapkan, pemblokiran website oleh Kemenkominfo lantaran sudah ditemukan unsur yang dilanggar dan melalui proses yang transparan.
“Pemblokiran adalah bentuk sanksi administrasi. Saya garis bawahi, pemblokiran itu sanksi administrasi. Karena biasanya kalau ada yang dilanggar bisa juga sampai dikenakan sanksi hukum lainya,” tuturnya.
Dia juga menyatakan, bagi pemilik website yang merasa keberatan bisa mengajukan banding ke Kemenkominfo. “Bisa mengajukan (banding) ke kami. Nanti kami tunjukan kesalahanya apa,” imbuhnya.
Berita: Mh | Foto: Istimewa