Minimalkan Potensi Dialihkan, JAM-Pidsus Kejagung Gelar FGD Perlakuan Objek Sita Eksekusi
Jakarta |
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Perlakuan Terhadap Objek Sita Eksekusi Berkaitan dengan Hak-Hak Pihak Ketiga yang Beritikad Baik’.
Acara yang digelar di Indonesian Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Rabu (25/9), dihadiri oleh para pakar hukum dan perwakilan lembaga penegak hukum.
Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono dalam sambutannya sebagai Keynote Speaker, menegaskan pentingnya tema yang diangkat dalam FGD ini.
“Diskusi ini menyentuh isu penting terkait benturan antara rezim publik keuangan negara dan rezim privat,” ujarnya.
Selain itu, Wibisono memaparkan langkah-langkah prosedural bagi penyidik dalam melaksanakan sita eksekusi yang harus mempertimbangkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, sesuai dengan Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Lebih lanjut ia juga menyoroti bagaimana para pelaku tindak pidana korupsi sering kali mengalihkan asetnya melalui metode pencucian uang agar sulit dideteksi.
“Oleh karena itu penyidik harus bertindak lebih cepat dalam melakukan penyitaan aset tersebut untuk meminimalkan potensi pengalihan aset,” kata Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menggarisbawahi.
Dikesempatan yang sama JAM-Pidsus Febrie Adriansyah menyampaikan adanya pergeseran paradigma dalam penanganan tindak pidana korupsi, di mana fokus penegakan hukum saat ini tidak hanya pada pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan kerugian negara.
“Instrumen penyitaan aset, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 KUHAP dan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjadi senjata utama aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya,” ucapnya.
Febrie Adriansyah juga menjelaskan, bahwa kewenangan Kejaksaan dalam melaksanakan sita eksekusi tanpa memerlukan izin pengadilan, sebagaimana dipertegas dalam Pasal 30C huruf g UU Kejaksaan RI. Ia mengingatkan bahwa jaksa harus cermat dan teliti dalam melakukan eksekusi agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyitaan aset.
“Pemidanaan harus diarahkan tidak hanya kepada subjek hukum orang perseorangan, tetapi juga kepada subjek hukum korporasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera serta menghasilkan pendapatan bagi negara melalui denda yang dibayarkan oleh korporasi pelaku tindak pidana,” jelasnya.
Kejaksaan melalui JAM-Pidsus Febrie Adriansyah juga melaporkan telah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,78 triliun, melebihi target PNBP tahun sebelumnya.
FGD ini menghadirkan narasumber terkemuka, antara lain Hakim Agung Yanto, Pakar Hukum Agraria dan Hak Tanggungan Maria SW Sumardjono, Pakar Hukum Bisnis dan Perseroan Nindyo Pramono, serta Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tedy Syandriadi.
Berita: Red/Gate 13 | Foto: Ist.