Marhaban Ya Ramadan, Saatnya Pertebal Integritas
Oleh H. Bambang Myanto, S.H.,M.H.*
Dalam hitungan hari, ummat Islam di seluruh dunia akan melaksanakan ibadah suci puasa Ramadan 1446 H. Sebagai insan pengadilan, Ramadan menjadi momentum guna mencapai tingkat keimanan maksimal, khususnya dalam mempertebal integritas.
Selama satu bulan penuh, kaum Muslimin akan menjalankan ibadah terpanjang dan terlama. Menjalankan puasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam. Belum lagi ditambah ibadah sunah lainnya, seperti salat tarawih.
Lalu ditutup dengan zakat dan diakhiri dengan salat sunah Idul Fitri di akhir Ramadan. Bisa jadi, puasa Ramadan merupakan ritual keagamaan wajib terlama diantara ummat beragama lainnya.
Ibadah puasa sangat senafas dengan nilai-nilai Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang menjadi urat nadi hakim seperti nilai-nilai kejujuran dan integritas. Apalagi, ibadah puasa adalah ibadah yang hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu semata.
Orang bisa berbohong ke temannya bahwa dirinya mengaku sedang berpuasa. Tapi di belakang minum atau makan. Nilai ini bila diselami dengan sangat mendalam, maka bisa menginternalisasi bagi seorang hakim dalam bertindak sehari-hari.
Sebagai muslim diharapkan tidak menjalankan ibadah Ramadan secara formal prosedural, tetapi juga substantif. Sebab bila hanya menjalankan prosedur, maka hanya mendapatkan lapar dan dahaga semata. Hal itu sesuai hadist Nabi:
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”
(HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib nomor 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).
Bila warga peradilan sudah bisa melaksanakan puasa secara formal dan substantif, maka integritas akan timbul dengan sendirinya.
Kita berintegritas bukan karena takut kepada KPK, takut kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA), takut kepada media massa, atau malah ingin populer. Tetapi memang tumbuh dari hati sanubari yaitu takut kepada Allah SWT.
Apalagi dalam setiap putusan yang kita buat, kita selalu menggunakan irah-irah ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Maka sudah sepantasnya para hakim harus memancarkan sinar-sinar Ketuhanan dalam putusan tersebut.
Untuk mencapai tingkatan tersebut, mendekatkan diri kepada Allah SWT selama bulan suci Ramadan adalah momentum yang sangat tepat.
Oleh sebab itu, saya mengimbau kepada seluruh warga pengadilan agar menjadikan bulan Ramadan menjadi ladang mencari amal sebanyak-banyaknya. Baik hablum minallah dan hablum minannas.
Hablum minallah dengan meramaikan masjid atau musola pengadilan seperti memperbanyak ibadah di sela-sela pekerjaan rutin. Juga memperbanyak salat sunah, membaca Alquran atau itikaf.
Namun kita juga tidak boleh lupa sebagai manusia sebagai makhluk sosial (hablum minannas). Sehingga kita juga harus aktif menyisihkan sedikit rezeki untuk yatim piatu di sekitar pengadilan, buka puasa bersama orang yang kekurangan dan amalan lainnya. Atau dengan tenaga kita yaitu menjadi panitia Ramadan.
Sekali lagi, selamat menyambut bulan suci Ramadan 1446 H bagi yang menjalankannya. Marhaban ya Ramadan…
*Penulis adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung (MA).