Ekonomi

Ketum Asprindo: Meski Paling Terdampak Covid-19, UMKM Jadi Jaring Pengaman Ekonomi Nasional

Depok |
Pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia telah melahirkan krisis yang melanda seluruh dunia.

Secara ekonomi krisis ini disebut-sebut setara dengan The Great Depression atau Depresi Besar yang melanda dunia tahun 1930 an atau serangan World Trade Centre (WTC) di Amerika Serikat (AS) pada 9 November 2001 dan keruntuhan Lehman Brothers yang menandai krisis keuangan dunia tahun 2008 silam.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (DPP Asprindo) H Jose Rizal, dalam acara penyaluran Bantuan Presiden kerjasama Kementerian Sosial (Kemensos) dan Asprindo di Gedung Graha Insan Cita (GIC) Depok, Jawa Barat, Sabtu (4/7).

“Pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan disrupsi pada skala dunia setidaknya pada empat pilar, yakni disrupsi kemanusiaan (kesehatan, keamanan dan ibadah keagamaan), rantai pasok, produksi, konsumsi dan segera nampak krisis keuangan dunia,” katanya.

Dampak fatalnya, sambung Jose, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami kekerdilan seperti yang diperkirakan oleh bank asal AS JP Morgan pertumbuhan ekonomi dunia minus 1.1 persen serta International Monetary Fund (IMF) memproyeksi ekonomi jatuh dan tumbuh minus 3 persen.

“Kecepatan globalisasi yang telah berlangsung selama kurang lebih dua puluh lima tahun terakhir telah menyebabkan sebagian besar penduduk dunia jauh tertinggal,” tuturnya lagi.

Disebutkan oleh Jose, bahwa ketimpangan global terjadi dimana 20 persen penduduk menikmati 83 persen ekonomi dunia sedangkan lapisan penduduk  termiskin hanya mendapatkan 1 persen.

“Oxfam mencatat bahwa pada tahun 2019, 2.153 orang paling kaya di dunia yang umumnya ada di negera-negara kaya lebih besar kekayaannya dibanding 60 persen penduduk dunia paling miskin yang umumnya ada di negara-negara miskin,” ujarnya.

Sementara di Indonesia sendiri, lanjut Jose, menurut perusahaan jual beli investasi Credit Suisse di tahun 2018, 1 persen orang terkaya menguasai 46,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya menguasai 75,3 persen kekayaan nasional.

Menurutnya, ketimpangan ini dipastikan akan tetap berlangsung jika negara tidak melakukan intervensi dan koreksi secara terstruktur atas perekonomian nasional kita.

Tanpa intervensi, tegas Jose Rizal, pelaku ekonomi di level Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak akan pernah naik kelas, artinya yang kaya akan tetap kaya, dan yang miskin akan tetap miskin.

“Dan kondisi ini lebih diperburuk dengan pandemi Covid-19, dimana pelaku UMKM menjadi pihak yang paling depan dan paling rentan terdampak penurunan atau hilangnya lahan usaha dan mata pencaharian,” tukasnya.

Ketum Asprindo itu juga menyebutkan, bahwa dalam beberapa kiris ekonomi yang terjadi di Indonesia, meskipun UMKM menjadi pihak yang paling terdampak, namun UMKM sekaligus menjadi jaring pengaman.

“Ini mungkin seperti paradoks. Tapi logika ini sederhana. UMKM sangat lentur merespon krisis. UMKM yang rontok selama krisis, akan kembali menggeliat jika diberi stimulus. Dan karena skala ekonomi yang begitu kecil, pengaruhnya terhadap makro ekonomi nasional tidak signifikan, namun berpengaruh di tingkat mikro,” jelasnya.

Kondisi ini, kata Jose menggarisbawahi, tentu sangat berbeda jika usaha besar mengalami gulung tikar dan meninggalkan persoalan pengangguran dengan segala kerumitannya.

“Kedepan nanti, pasca pandemi, kita mungkin akan menyaksikan arus de-globalisasi sebagai koreksi terhadap proses globalisasi yang mengandung ketidakadilan dalam hubungan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang maupun antar golongan kaya dan miskin di internal negara-negara,” ucapnya.

Oleh karenanya, Jose menambahkan, ide de globalisasi merupakan kebutuhan dari setiap negara untuk memperbaiki format pembangunan yang lebih berkeadilan. Dalam skala Keindonesiaan, yang dibutuhkan adalah reorientasi perekonomian domestik yang memberi perhatian dan porsi memadai terhadap pengusaha di level UMKM.

Menurutnya jika pondasi pengusaha UMKM kuat, maka perekonomian nasional tidak akan mengalami guncangan hebat setiap kali terjadi krisis, mengingat bahwa UMKM pada dasarnya lebih mengedepankan human investment ketimbang artificial consumption sebagaimana perusahaan-perusahaan multinational company.

Karena itu, Jose berharap agar momentum pandemi Covid-19 ini dapat benar-benar digunakan untuk melakukan reorientasi kebijakan perekonomian kita dengan menguatkan pondasi UMKM.

“Untuk itu stimulus ekonomi dari pemerintah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi,” pungkasnya, seraya menambahkan bahwa Asprindo siap untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam melakukan pembinaan, pendampingan dan penguatan UMKM.

Berita: Red | Foto: Istimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.