Pemerintah

Kepala BNPB Ajak Masyarakat Patuhi Anjuran dan Larangan Pemerintah Soal Covid-19

Jakarta |
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, yang juga selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengajak masyarakat untuk betul-betul patuh kepada anjuran dan larangan yang telah diberikan oleh pemerintah.

Doni mengajak masyarakat untuk melindungi diri sendiri dan lingkungan serta menjadi pahlawan untuk diri sendiri dan untuk keluarga.

”Saat sekarang ini harus bersabar, harus betul-betul bisa menghindari keinginan untuk pulang. Kalau kita semua bisa menjaga diri kita tidak terpapar dan kita bisa menjaga keluarga kita tidak tertular juga, berarti kita telah melindungi begitu banyak orang,”ujaranya, usai Rapat Terbatas di Jakarta, Senin (4/5).

Dirinya juga berharap rekan-rekan media untuk lebih gencar mengkampanyekan mengajak masyarakat tidak mudik, karena situasi saat ini sudah bagus di sejumlah provinsi. Bahkan ada beberapa berapa provinsi yang kasusnya nol.

“Jangan sampai gara-gara kehadiran pemudik malah menimbulkan persoalan baru. Sementara di daerah banyak keterbatasan, dokter terbatas, perawat terbatas, rumah sakit terbatas,” imbuh Doni.

Mengenai berakhirnya masa berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Doni menyampaikan bahwa Menko Perekonomian telah mengingatkan sebelum ada vaksin maka  belum akan aman dari masalah Covid-19 sehingga, otomatis kondisi untuk bisa pulih secara semula membutuhkan waktu yang sangat lama.

”Kalau toh kita normal, dalam arti kata normal dengan gaya baru, dengan tetap menggunakan masker, menjaga jarak dan juga mencuci tangan,” ungkap Kepala BNPB, dilansir Setkab, Selasa (5/5).

Oleh karenanya, sambungnya, upaya kita semua untuk bisa mencegah masyarakat tidak terpapar virus Covid-19, tetapi juga harus menjaga warga masyarakat kita tidak terpapar karena di PHK. Saat ini telah dirumahkan sebanyak 1.722.958 orang,” ujarnya.

Menyangkut Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan keterbukaan data, BNPB sampaikan bahwa Presiden sudah sejak 2 minggu yang lalu meminta supaya setiap hari  untuk melakukan 10 ribu pengambilan spesimen, tetapi kenyataannya data riil sampai dengan saat sekarang ini baru berkisar antara 6 ribu sampai dengan 7 ribu spesimen saja.

“Kita lihat di lapangan bahwa salah satu faktornya bukan karena reagen-nya, reagen-nya sudah terdistribusi dengan jumlah yang sangat banyak sudah ratusan ribu, nanti minggu ini akan dilengkapi lagi 500 ribu, jadi total sudah sekitar 1 juta reagen, VTM, dan ekstraksi RNA yang sudah tersedia. Tetapi petugas laboratorium kita jumlahnya terbatas, jadi mereka sehari diharapkan bisa kerja 24 jam ternyata hanya mampu 8 jam saja,” kata Doni.

Jadi, tambahnya, kalau nanti kemampuan SDM laboratorium ditingkatkan, lanjut Doni, dan juga dibantu oleh Ikatan Dokter Indonesia yang ada di seluruh daerah, maka diharapkan paling tidak bisa 16 jam. ”Jadi kalau sudah bisa 16 jam dari yang sekarang 8 jam, berarti sudah di atas 12 ribu (spesimen) karena reagen tersedia, kemudian komponen-komponen untuk mendukung tes swab juga semuanya sudah tersedia,” ujarnya.

Soal keterbukaan data, Kepala BNPB sampaikan bahwa data-data yang sudah masuk ke Gugus Tugas sudah terintegrasi, 90 persen data sudah masuk terintegrasi.

”Adapun kasus-kasus sebelumnya, kasus meninggal status ODP dan PDP ini memang belum semuanya secara resmi dilaporkan. Tetapi mungkin saja nanti akan ada evaluasi dari tim Kementerian Kesehatan dengan tim Gugus Tugas,” katanya.

Menurut Doni, penurunan jumlah kasus yang positif, memang ada tren yang mendatar dan menurun, sementara jumlah spesimen atau jumlah ODP dan PDP yang diperiksa juga mengalami peningkatan.

”Kita masih menunggu beberapa hari ke depan setelah laboratorium ini berfungsi bisa lebih optimal lebih dari 10 ribu, artinya peningkatan laboratorium bisa bekerja selama kurang lebih 16 jam, maka mungkin baru bisa kita ketahui secara lebih pasti lagi daerah mana yang mengalami penurunan secara signifikan, mana yang mendatar, mana yang mungkin mengalami peningkatan,” tuturnya.

Klaster-klaster yang diwaspadai menjadi episentrum, lanjut Doni, sudah disampaikan ada klaster Gowa, kemudian jemaah tablig, kemudian juga ada pabrik. ”Khusus untuk pabrik ini kami mendapatkan masukan dari daerah sebagian besar masyarakat yang karyawan sudah diistirahatkan. Kemudian sudah dilakukan rapid test secara massal dan ada puluhan orang yang positif, dan ini sudah dilakukan isolasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan tim Gugus Tugas,” ungkapnya.

Saat ini jumlah dokter paru adalah 1.973, yang artinya 1 dokter paru harus melayani 1,2 juta warga negara Indonesia, sehingga ketika membiarkan diri sendiri terpapar dan lingkungan juga terpapar,  di daerah juga tidak ada dokter paru, sangat terbatas, dan dokter spesialis jumlahnya 34 ribu lebih.

“Kita harus jaga jangan sampai para dokter ini kelelahan, para orang dokter ini tidak cukup waktu istirahat sehingga membuat mereka pun menjadi dengan mudah menurun imunitasnya. Kalau para dokter menurun imunitasnya berpotensi terpapar, kalau kita sayang dengan dokter maka kita harus melakukan upaya agar diri kita tidak merepotkan para dokter,” tukasnya.

Ditambahkan oleh Doni, bahwa dokter dan rumah sakit harus menjadi benteng terakhir bangsa karena jumlahnya yang terbatas, dirinya mengajak komponen masyarakat, harus menjadi garda terdepan untuk mencegah jangan sampai terjadi penularan.

“Ini tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi oleh segenap komponen bangsa termasuk para akademisi, dunia usaha, komunitas khususnya para tokoh-tokoh masyarakat, budayawan, tokoh-tokoh non formal, sampai ke tingkat RT dan RW,” pungkasnya.

Berita: Red | Foto: Istimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.