Kemenristekdikti: Perlu Tangkal Sedini Mungkin Penyebaran Paham Radikalisme di Kampus
Jakarta |
Pengaruh paham radikalisme masih menjadi isu penting dan telah menjalar ke berbagai sendi kehidupan masyarakat.
Perguruan Tinggi (PT) sebagai pusat pengetahuan dan tempat berkumpulnya cerdik cendekia juga tak luput dari penyebaran paham radikalisme.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memandang perlu menangkal sedini mungkin penyebaran paham radikalisme di kampus.
Untuk itu, Kemenristekdikti menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penangkalan Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi di Auditorium Gedung D Kemenristekdikti, Jakarta, Senin (25/6), untuk membahas upaya pencegahan dan penanggulangan paham radikalisme di PT.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Intan Ahmad, dalam laporannya menyampaikan bahwa rapat koordinasi ini diselenggarakan untuk mendiskusikan dan menyepakati langkah strategis dalam upaya penangkalan paham radikalisme di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
“Rapat koordinasi ini juga akan mendiskusikan agar kebebasan akademik jangan sampai mengancam eksistensi kedaulatan berbangsa dan bernegara,” terangnya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir dalam kesempatan itu mengatakan, dirinya berkeyakinan bahwa kelompok yang terpapar paham radikalisme di kampus, sangat kecil.
Oknum yang terindikasi terpapar paham radikalisme, sambungnya, akan dilakukan pembinaan dan diajak untuk meninggalkan paham radikal serta kembali ke ideologi bangsa Pancasila.
“Jika tetap tidak berubah, akan diberikan sanksi yang lebih berat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Menteri Nasir.
Dia mencontohkan, misalnya untuk dosen akan ada penundaan kenaikan pangkat, diberhentikan dari jabatan, hingga sanksi paling berat diberhentikan dengan tidak hormat.
Dijelaskan oleh Nasir, saat ini Indonesia memiliki lebih dari 7.256.142 mahasiswa, 288.025 dosen, dan ratusan ribu tenaga kependidikan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
“Paham radikalisme memang mulai menyusupi kalangan kampus, namun jumlahnya sangat kecil, 0,000 sekian persen dari total civitas academica yang ada. Namun demikian, kita tetap harus waspada dan melakukan pencegahan dan pembinaan sedini mungkin,” katanya.
Menristekdikti menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah berupaya membelenggu kebebasan mimbar akademik. Dosen ataupun mahasiswa memiliki kebebasan untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu, pandangan, teori, maupun aliran pemikiran.
Hal tersebut berkaitan dengan konteks pembelajaran, sedangkan dalam konteks berbangsa dan bernegara, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila adalah harga mati serta tidak bisa ditawar lagi, karena merupakan kesepakatan para pendiri bangsa.
Menteri Nasir optimis, kampus di Indonesia mampu menjadi benteng terhadap penyebaran paham radikalisme. Kampus akan selalu dikawal dari penyebaran paham radikalisme. Kampus merupakan aset strategis bangsa untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul untuk bersaing di era global.
“Mari kita rawat negara kita NKRI dengan Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai dasar negara dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Jaga kampus dari terorisme, jaga kampus dari narkoba, jaga kampus dari ujaran kebencian,” ajak Nasir.
Menteri Nasir mengungkapkan bahwa semua pihak tidak dapat menutup mata terhadap potensi paham radikalisme menyusupi kampus. Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk memastikan kampus bebas dari paham radikalisme.
“Kemenristekdikti, Kemenkopolhukam, Kemenko PMK, BNPT, BKN, Pimpinan Perguruan Tinggi, Koordinator Kopertis dan seluruh civitas academica harus bahu membahu mencegah masuk dan berkembangnya paham radikalisme di kampus,” pungkas Nasir.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, serta Deputi Pembina Manajemen Kepegawaian BKN Haryomo Dwi Putranto yang juga hadir berkesempatan memberikan paparan mengenai temuannya mengenai penyebaran radikalisme dan ujaran kebencian di kampus.
Suhardi Alius mengatakan, dirinya telah menjelaskan secara detil kepada para pimpinan perguruan tinggi tentang dinamika radikalisme di lingkungan kampus. Walaupun, tebal tipisnya antara kampus yang satu dengan lain berbeda-beda.
“Langkah-langkah pun kita berikan kepada beliau-beliau (pimpinan PT). Termasuk modusnya seperti apa, serta bagaimana penyebaran, dan cara mengatasinya,” tuturnya.
Suhardi menyampaikan pentingnya wawasan kebangsaan, pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme. Dirinya menegaskan bahwa wawasan kebangsaan dan bela negara wajib diterapkan kepada mahasiwa.
“Ini adalah menjadi sangat penting untuk Kita melakukan peningkatan wawasan kebangsaan dan bela negara. Maka dari itu, para dosen dan civitas academica perlu menerapkannya, apalagi untuk mahasiswa baru nanti, ” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Pembinaan Manajemen Kepegawaian BKN Haryomo Dwi Putranto juga memaparkan kebijakan dan hukuman disiplin yang akan dijatuhkan Kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti terlibat aktivitas dan kegiatan yang mengarah atau berpotensi mengganggu ketertiban dalam pelaksanaan tugas fungsi PNS.
Deputi PMK BKN meminta seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) agar membina dan mengawasi seluruh PNS di lingkungannya. “Pembinaan dan pengawasan meliputi integritas, loyalitas, dan memegang teguh 4 pilar kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI,” kata Haryomo.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Naim yang bertindak sebagai moderator mengungkapkan, bahwa rapat koordinasi ini menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman pimpinan PT bahwa radikalisme merupakan musuh bersama.
“Kemenristekdikti akan bersinergi untuk memerangi radikalisme. Kemenristekdikti dan PT akan selalu berkoordinasi dengan BNPT terkait penangkalan paham radikalisme,” pungkas Ainun.
Kemenristekdikti juga akan menindaklanjuti masukan-masukan dari pimpinan PT, yaitu menyusun pedoman langkah-langkah pencegahan tumbuhnya paham radikalisme di kampus dan membentuk satgas bekerjasama dengan BNPT untuk memantau dan menangkal terjadinya gerakan yang ditenggarai sebagai radikalisme di kampus.
Berita: Sigit | Foto: Istimewa