Museum Taman Prasasti Tampilkan Peti Jenazah Dua Proklamator
Jakarta |
Museum Taman Prasasti di Jalan Tanah Abang I, Kebon Jahe, Jakarta Pusat, lokasinya mudah dijangkau dari Jalan MH Thamrin, Jalan Abdul Muis maupun dari Jalan Merdeka Utara, dan Merdeka Barat
Museum ini sebenarnya bagian dari merupakan bagian dari Museum Sejarah Jakarta (MSJ) di Kota Tua, namun pengunjungnya tahun 2017 sampai Oktober hanya 6.351 orang.
Sementara pengunjung MSJ tahun 2017 ini dalam periode yang sama mencapai 656.278 orang, artinya jumlah pengunjung Museum Taman Prasasti sekitar sepersepuluh dari jumlah pengunjung MSJ. Padahal dari segi nilai koleksi tak kalah dengan museum lainnya.
“Koleksinya ratusan prasasti. Jadi lebih berbicara memberikan informasi kepada pengunjung dibandingkan koleksi arca arca atau patung dan benda lain,” kata H Abu Galih, seorang pengamat budaya dan pariwisata di Jakarta, Minggu (12/11).
Abu Galih mengutip kata-kata Drs H Dirman Surachmat, arkeolog yang pernah mengepalai Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta di tahun 1990 an, bahwa Museum Taman Prasasti lebih bernarasi memberikan informasi kesejarahan kepada pengunjungnya.
Di teras Museum Taman Pradasti tampak dua kereta kuda antik. Di sebelah kanan ada kereta jenazah dari zaman Belanda warisan Yayasan Palang Hitam, lengkap dengan peti matinya. Sementara di sebelah kiri terdapat kereta keraton milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan satu kereta keraton lagi dipajang di kantor museum tersebut.
Menurut Kepala UPT Museum Sejarah Jakarta Dra Sri Kusumawati, dua kereta keraton itu tadinya menjadi peserta Kirab Agung Keraton se Dunia di Lapangan Monas 5-8 Desember 2013. “Tetapi mengenai kereta jenazah zaman Belanda itu kami tidak punya keterangan lebih jauh,” kata Sri, Sabtu (11/11).
Masuk gerbang museum ini terlihat taman indah dengan banyak arca bidadari dari marmer dan bangunan makam dengan ornamen bernuansa Eropa. Yang paling menarik arca wanita sebesar 1,5 kali ukuran manusia dengan posisi sedang bersimpuh, kepalanya tertelungkup dengan kedua tangannya memegang batu nisan.
“Itu namanya The Crying Lady,” tutur Andri Laksana, Kepala Satuan Pelayanan Museum Taman Prasasti yang memandu pengunjung. Arca wanita yang ada pahatan tulisan Milano, Itali itu seakan menangisi makam kekasihnya.
Di sebelah kiri ada makam Ny Olivia Mariamne, isteri Gubernur Jenderal Stanford Raffles. Wanita ini pecinta botani, sehingga Raffles membangun Botanical Garden atau Kebun Raya Bogor.
Namun dari catatan sejarah Olivia yang meninggal dunia pada 23 November 1841 di Buitenzorg (sekarang Bogor) itu meninggalkan teka teki. “Mengapa dia minta dimakamkan dekat dengan John Casper Leyden, sahabatnya seorang lelaki yang dimakamkan di sini lebih dahulu,” tanya Andri Laksana.
John Casper Leyden sendiri adalah sahabat keluarga Raffles. Terdapat dua versi infromasi tentang Leyden, ada yang menyebut dia seorang arsitek, tapi sumber lain mengatakan dia seorang dokter. Mengenai hal ini pun Sri Kusumawati mengatakan masih misteri.
Sesuatu yang baru di Taman Prasasti ini adalah dua peti jenazah Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta yang juga Presiden dan Wakil Presiden RI pertama kali tahun 1945. Yang tadinya bertahun tahun disimpan dalam rumah-rumahan kecil, kemudian dipindahkan ke gedung Serba Guna yang lebih luas, sekarang dipajang di ruang terbuka mirip pendapa. Ini membuat pengunjung leluasa mengamatinya.
Pada penyungkup kaca kedua peti jenazah tertulis informasi tentang kedua proklamator. Pada peti Ir Soekarno, tertera lahir di Surabaya 6 Juni 1901, wafat di Jakarta pada 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar pada 22 Juni 1970. Sedangkan Drs Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi 12 Agustus 1902, wafat pada 14 Maret 1980 di Jakarta. Kemudian dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta, pada hari itu juga.
Meskipun kedua proklamator itu dimakamkan di peristirahatan terakhir yang jaraknya sangat berjauhan, namun peti jenazah keduanya masih berdampingan di Museum Taman Prasasti.
Pendiri Stovia
Menurut Andri Laksana, dan catatan Disparbud DKI Jakarta, di samping makam Olivia Raffles dan John Caser Leyden, banyak lagi makam in situ yang semuanya berjumlah 32, lengkap dengan batu nisan, hiasan dan prasastinya. Diantaranya makam Mgr Adami Caroli Claessens yang meninggal dunia tahun 1893 di Batavia.
Jasa Claessens yang merencanakan dan melaksanakan pembangunan kembali Gereja Katedral yang roboh pada Mei 1890. Selain itu juga DR JL Andries Brandes, tokoh pengungkap candi dan bangunan purbakala di Jawa. Brandes lahir di Rotterdam 13 Januari 1875 dan tutup usia di Batavia 26 Juni 1905. Makam Brandes mirip candi dengan batu nisan berbentuk stupa.
Juga Soe Hok Gie salah seorang pendiri MAPALA Universitas Indonesia yang meninggal dunia di Gunung Semeru, Jawa Timur Desember 1969 pernah dimakamkan di sini. Makamnya ditandai arca bidadari dan prasasti.
Satu lagi tak boleh terlewati adalah makam HF Roll dengan hiasan buku terbuka. Roll lahir 27 Mei 1867 dan tutup usia 20 September 1933, diia pencetus STOVIA atau Sekolah Tinggi Kedokteran Indonesia yang diresmikan tahun 1902. Dari STOVIA inilah lahir Pergerakan Nasional Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang tiap tahun diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Di museum Taman Prasasti ada replika makam Mayor Jenderal KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) JHR Kohler yang tewas dalam Perang Aceh pada 14 April 1873. Menurut Andri Laksana yang dibenarkan Arkeolog Candrian Attahiyat, Kohler pernah dimakamkan di sini. Namun jasadnya telah dipindahkan ke Kerkof Banda Aceh saat pembongkaran makam Kober Kebon Jahe tahun 1975.
Taman Prasasti seluas 13.000 m2 sekarang cukup hijau dengan puluhan pohon pelindung dan pohon berbunga seperti Flamboyan dan Kamboja. Pengunjungnya tiap tahun meningkat. Pada tahun 2015 selama 12 bulan pengunjungnya tercatat 6.802 orang. Kemudian tahun 2016 meningkat menjadi 9.485 orang, dan tahun 2017 dalam 10 bulan sampai Oktober mencapai 6.351 orang.
“Pada umumnya pengunjung di sini pelajar dan mahasiswa, diantaranya siswa sekolah ataupun kursus fotografi. “Keistimewaan taman ini berlatar belakang nuansa Eropa,” pungkas Andri Laksamana.
Memang Museum Taman Prasasti selain tempat tujuan wisata edukasi berkait dengan mortalitas orang orang ternama yang masih menyimpan misteri, juga merupakan tempat yang menyejukkan hati. Bagaikan oase kedua setelah Taman Monas di jantung Ibu Kota Jakarta.
Berita: Pri | Foto: Istimewa/Pri