Hukum

APG on Money Laundering 2018: Indonesia Dinilai Efektif Cegah TPPU

Jakarta |
Pertemuan Tahunan Asia/Pacific Group (APG) on Money Laundering ke-21 yang berlangsung pada 21-27 Juli 2018 di Kathmandu, Nepal, mengesahkan laporan atau Mutual Evaluation Report (MER) Indonesia.

Hal itu ukemukakan Ketua Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Natsir dalam laporannya, Jumat (27/7).

Natsir menjelaskan, bahwa laporan tersebut memuat hasil penilaian terkait kepatuhan dan efektivitas rezim anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia berdasarkan standar internasional yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF).

Proses penilaian kepatuhan tersebut, ungkap Natsir, dilakukan secara peer-to-peer, antar sesama anggota Asia Pacific Group on Money Laundering (APG).

Adapun tim penilai (assessor team) MER Indonesia beranggotaan perwakilan dari Amerika Serikat, Kanada, Macao-China, China-Taipei, Pakistan, dan Bangladesh serta didukung oleh APG Secretariat.

“Penilaian kepatuhan atas upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dilakukan secara profesional dan objektif,” ujar Ketua Kelompok Humas PPATK M Natir.

Dalam proses penilaian tersebut, lanjutnya, tim penilai juga telah melakukan 3 kali kunjungan secara langsung ke Indonesia dan bertemu dengan seluruh stakeholder terkait.

Disebutkan Natsir, Indonesa sendiri telah menjadi anggota APG sejak tahun 2004 dan telah kukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2011.

Kemudian pada Sidang Tahunan APG ini merupakan puncak dari proses penilaian yang dimulai sejak awal tahun 2017 dan melibatkan lebih dari 15 Kementerian/Lembaga, serta 15 private sector, seperti penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan/atau jasa, asosiasi profesi, dan non-profit organization.

“Koordinasi dan kerja sama yang efektif dari semua pihak dilakukan melalui forum Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dengan Kepala PPATK sebagai Sekretaris sekaligus Ketua Tim Pelaksana Komite,” jelasnya.

Menurutnya, sidang Tahunan APG di Kathmandu-Nepal telah menetapkan, bahwa kepatuhan Indonesia terhadap standar Internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal atau FATF Recommendation, dinilai sangat memadai.

Dari 40 rekomendasi FATF terkait dengan kepatuhan legal framework, Indonesia mendapat nilai atau rating C (complaint) atau tertinggi untuk 6 rekomendasi. Kemudian mendapat nilai LC (Largely Compliant) untuk 29 rekomendasi serta mendapat nilai atau rating PC (Partially Compliant) untuk 4 rekomendasi.

Dari keseluruhan rekomendasi, jelas Natsir,  hanya ada satu rekomendasi dimana Indonesia mendapat rating NC (Non-Compliant) terkait pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.

Ketua Kelompok Humas PPATK itu juga menambahkan, kepatuhan Indonesia yang cukup memadai juga tergambar dari tingkat efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.

“Rezim anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme Indonesia dinilai cukup efektif, dimana dari 11 (sebelas) area efektivitas atau Immediate Outcomes (IO), Indonesia mendapat rating Substantial untuk 5 IO. Ada 5 IO dengan rating Moderate serta 1 IO dengan rating “Low” level terkait pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal,” tuturnya.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin yang memimpin langsung Delegasi Republik Indonesia pada Sidang Tahunan APG di Kathmandu-Nepal, menyambut haru hasil yang dicapai oleh Delegasi Republik Indonesia (Delri) itu.

Pembahasan MER Indonesia pada forum plennary tanggal 26 Juli 2018 berlangsung alot dan cukup menegangkan. Dalam pembahasan tersebut Indonesia meminta kenaikan rating atau upgrade atas 5 key issues.

Setelah melalui pembahasan selama 3,5 jam, Co-Chair APG akhirnya menyetujui 4 key issues untuk di upgrade ratingnya serta menolak segala usulan untuk melakukan downgrade atas 3 key issues yang diajukan oleh UK, IMF dan FATF Secretariat.

Natsir menjelaskan, hasil yang optimal dicapai oleh Delri pada Sidang Tahunan APG di Kathmandu-Nepal tidak terlepas dari kahadiran langsung Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada sesi diskusi plennary tanggal 24 Juli 2018.

“Kehadiran dan presentasi yang disampaikan oleh Kapolri menunjukan komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk memenuhi standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia,” jelasnya.

Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan, nilai atau rating-rating yang diperoleh Indonesia dan tertuang dalam laporan atau MER yang disahkan di Kathmandu-Nepal tersebut secara umum juga menunjukan, bahwa Indonesia telah siap dan memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota penuh FATF sesuai protokolnya.

“Setidaknya, hasil yang dicapai oleh Delri di Kathmandu-Nepal akan sangat membantu Indonesia dalam menjalani proses keanggoataan di FATF, apalagi saat ini Indonesia telah menjadi observer di FATF, demikian penegasan Kepala PPATK,” imbuh Kiagus Ahmad.

Berita: Sigit | Foto: Istimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.