Kasus Viral Kejagung-Polri, Ketum Perajanusa: Seharusnya Tidak Perlu Dibesar-besarkan
Surabaya |
Publik belakangan dihebohkan dengan adanya video viral gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) didatangi diduga sejumlah anggota Polri, dengan empat mobil hitam yang melintas dan berhenti di depan Kejagung serta membunyikan strobe pada Senin (20/5) malam, sekira pukul 22.40 WIB.
Peristiwa tersebut diduga buntut dari peristiwa kasus penguntitan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febri Adriansyah oleh anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 yang terjadi sehari sebelumnya di sebuah restoran Perancis di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Minggu (19/5).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum (Ketum) Persatuan Advokat Jelajah Nusantara (Perajanusa) Imam Mahmudi mengatakan, bahwa Polri mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan kepada masyarakat ataupun kepada pejabat negara.
“Pasal 1 Angka 4 dan Pasal 5 Ayat 1 KUHAP,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Minggu (2/6). Menurutnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa untuk melakukan penyelidikan harus mendapat ijin dari pengadilan.
Anggota Densus 88, sambungnya, adalah bagian dari Polri dan dapat melakukan penyelidikan sesuai dengan yang diperintahkan oleh pimpinan. “Juga anggota tersebut jika dalam keadaan terpaksa bisa menunjukkan jati dirinya berupa kartu tanda anggota (KTA),” kata Imam.
Lebih lanjut Ketum Organisasi Advokat (OA) Perajanusa tersebut menyampaikan, bahwa tentang surat tugas terduga oknum anggota yang ditangkap tersebut tidak dilarang merahasiakan kepada siapa pun.
Ia menggarisbawahi, seharusnya Jampidsus Kejagung yang merasa diawasi atau ‘dimata-matai’ tidak perlu merasa khawatir ataupun resah jika memang tidak ada masalah.
“Karena faktanya terduga oknum anggota tersebut tidak mengganggu tidak menyentuh dan tidak menghalangi kegiatannya. Jadi menurut saya terduga oknum anggota tidak melanggar HAM dan tidak melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan,” tuturnya.
Ditambahkan oleh Imam, jika terduga oknum anggota dalam melaksanakan tugas ditangkap apalagi sampai ditahan maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Ini merupakan pelanggaran hukum. Terhadap masalah tersebut, polisi militer tidaklah berhak memeriksa terduga oknum anggota Polri tersebut. Karena adanya peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Terakhir, pria dengan nama dan gelar lengkap Dr. (C) Imam Mahmudi My, S.H., S.Ag., M.M., M.H. itu menjelaskan bahwa keputusan Kejagung untuk menyerahkan terduga oknum anggota Polri yang diduga melakukan penguntitan kemudian dikembalikan kepada Polri sudah sangat betul.
“Terduga oknum anggota yang membuntuti dan menguntit tersebut oleh Kejagung diserahkan kepada Polri sudah benar. Seharusnya juga tidak perlu dibesar-besarkan,” pungkasnya.
Berita: Red/Mh | Foto: Ist.